REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Empat penerbangan terakhir pesawat penumpang Lion Air sebelum akhirnya jatuh ke perairan Tanjung Karawang di Laut Jawa seluruhnya memiliki masalah dengan indikator kecepatan udara. Demikian temuan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia.
Kepala Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono dan penyidik Nurcahyo Utomo menyampaikan pada konferensi pers bahwa masalah serupa itu terjadi pada masing-masing dari empat penerbangan dengan pesawat Lion Air PK LQP. Pesawat itu termasuk penerbangan pada 29 Oktober yang menewaskan seluruh penumpang dan awak didalamnya yang berjumlah 189 orang.
Temuan itu terungkap setelah kerabat dan keluarga korban yang marah dihadapkan dengan pemilik maskapai tersebut pada pertemuan yang diselenggarakan oleh otoritas Indonesia. Dalam pertemuan itu, Soerjanto Tjahjono mengatakan informasi yang diunduh dari perekam data penerbangan konsisten dengan laporan kecepatan dan ketinggian pesawat yang tidak menentu.
Kepada awak media, Soerjanto mengatakan KNKT telah meminta keterangan kepada Boeing dan otoritas keselamatan udara di Amerika Serikat mengenai tindakan apa yang seharusnya diambil untuk mencegah masalah serupa pada jenis pesawat ini di seluruh dunia.
"Kami sedang merumuskan, dengan [Badan Keselamatan Transportasi Nasional di AS] dan Boeing, pemeriksaan terperinci mengenai indikator kecepatan udara," katanya.
Tidak segera jelas apakah masalah yang dilaporkan berasal dari masalah mekanis atau pemeliharaan, atau apakah pihak berwenang AS akan memerintahkan pemeriksaan dalam bentuk apa pun.
"Apakah masalah itu berasal dari indikatornya, alat pengukur atau sensornya, atau masalah dengan komputernya - ini yang belum kami ketahui," kata Nurcahyo.
"Kami belum tahu di mana letak masalahnya, perbaikan apa yang telah dilakukan, apa buku referensi mereka, komponen apa yang telah dihapus. Ini adalah hal-hal yang kami coba cari tahu: apa kerusakannya dan bagaimana itu diperbaiki."
Banyak keluarga menghadapi penantian yang menyakitkan selama identifikasi anggota keluarganya yang hilang. Pakar medis dari kepolisian telah menerima hampir 140 kantong jenazah dan telah mengidentifikasi 14 korban.
Para kerabat mempertanyakan mengapa pesawat itu diizinkan untuk terbang setelah mengalami masalah dalam penerbangan dari Bali ke Jakarta pada 28 Oktober. Masalah itu termasuk pesawat sempat turun drastis setelah lepas landas yang membuat para penumpang ketakutan.
"Lion Air bilang masalahnya sudah diperbaiki, benarkah masalahnya sudah jelas?" kata Bambang Sukandar, yang putranya berada di penerbangan itu.
"Jika tidak, teknisi yang bertanggung jawab harus bertanggung jawab."
Pria lain, yang mengidentifikasi dirinya sebagai ayah dari penumpang Shandy Johan Ramadhan, seorang jaksa di sebuah distrik di Bangka Belitung yang menjadi tujuan pesawat Lion Air JT610, mengatakan Lion Air telah "mengecewakan" keluarga korban.
"Sejak musibah terjadi, saya tidak pernah dihubungi oleh Lion Air. Kami kehilangan anak kami, tetapi tidak ada empati yang ditunjukkan Lion Air kepada kami," katanya.
Setelah pertemuan dengan kerabat penumpang, pemilik Lion Air, Rusdi Kirana buru-buru meninggalkan tempat, menghindari pertanyaan dari wartawan.
Para ahli keamanan mengatakan terlalu dini untuk menentukan penyebab jatuhnya pesawat itu. Pihak berwenang belum berhasil menemukan perekam suara kokpit dari pesawat Lion Air JT610 dari dasar laut, tepat di timur laut Jakarta, di mana pesawat jatuh setelah 13 menit mengudara.
Boeing tidak segera menanggapi permintaan untuk komentar.
Pabrikan AS telah mengirim 219 dari 737 MAX jet ke maskapai di seluruh dunia. Kecelakaan Lion Air adalah yang pertama kali melibatkan pesawat jenis ini, yang baru diperkenalkan tahun lalu.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.