REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memutuskan tidak melanjutkan kasus dugaan pelangggaran kampanye oleh Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Kasus dugaan pelangggaran kampanye terkait aksi angkat jari ini dinyatakan tidak memenuhi unsur pidana pemilu.
Berdasarkan keterangan tertuli dari Bawaslu, putusan itu resmi ditetapkan pada Selasa (6/11). "Status laporan nomor 06/LP/PP/RI/00.00/X/2018, atas nama terlapor Luhut Binsar Pandjaitan dan Sri Mulyani Indrawati tidak dapat ditindaklanjuti," demikian sebagaimana dikutip dari keterangan Bawaslu.
Adapun, yang menjadi dasar putusan yakni laporan pada 18 Oktober 2018 tersebut tidak memenuhi unsur ketentuan pidana, sebagaimana pasal 547 UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017. Pasal 547 menjelaskan tentang ketententuan pidana atas dugaan pelangggaran pasal 282 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Pasal 282 sendiri menjelaskan tentang larangan bagi pejabat negara membuat keputusan yang menguntungkan dan merugikan salah satu peserta pemilu. Sanksi pidana yang ada dalam pasal 547 yakni ancaman pidana penjara 3 tahun serta denda Rp 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah).
Sebelumnya, Tim Advokat Nusantara resmi melaporkan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani ke Bawaslu pada Kamis siang. Kuasa hukum pelapor, M Taufiqurrohman, mengatakan kedua penjabat negara itu diduga melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu paslon capres-cawapres.
"Sebagai pejabat negara mereka melakukan tindakan yang patut diduga menguntungkan dan menujukan keberpihakan terhadap pasangan capres-cawapres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam kegiatan annual meeting IMF dan Bank Dunia di Bali pada 14 Oktober lalu," jelas Taufiq kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, 18 Oktober lalu.
Adapun dasar pengaduan tersebut karena agenda IMF merupakan agenda resmi kenegaraan. Kemudian, pengadu menemukan adanya indikasi kampanye terselubung, di mana Luhut dan Sri Mulyani terlihat mengarahkan Direktur IMF, Christine Lagarde dan Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim untuk berpose satu jari pada sesi foto.
"Kemudian ada ucapan Sri Mulyani 'Jangan pakai dua, bilang not dua, not dua'. Selanjutnya ada pula ucapan Luhut kepada Lagarde 'No no no, not two, not two'. Kemudian Sri Mulyani terdengar mempertegas dengan mengatakan 'Two is Prabowo , and one is for Jokowi'," jelas Taufiq.