REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian menekankan pentingnya kerja sama antar negara dalam mencegah aliran dana kelompok teroris. Kapolri mengajak antara negara membagi informasi untuk memutus aliran dana dan logistik bagi kelompok teroris.
Hal tersebut disampaikan Tito dalam acara The 4th Annual Counter-Terrorism Financing Summit 2018, yang digelar di Royal Orchid Sheraton Hotel, Bangkok. Kapolri memaparkan pandangannya tentang perkembangan terkini tindak pidana terorisme yang terjadi di Indonesia. Mulai dari tren pendanaan terorisme, perubahan modus operandi, serta beberapa contoh kasus penanganan aliran dana teroris yang ditangani oleh Polri.
"Misalnya pada kasus Bom Bali I, teror Thamrin Jakarta dan yang terkini yakni Teror Bom Gereja Surabaya," ujarnya, Rabu (7/11/2018).
Selain itu, Tito juga memberikan pandangannya tentang peran signifikan dari Financial Intelligence Unit di berbagai negara. Kapolri menilai hal ini penting untuk memutus aliran dana dan logistik bagi kelompok teroris.
"Membagi informasi dan pengembangan kapasistas di antara penegak hukum termasuk financial intelligence unit khususnya di kawasan regional Asia dan Australia," katanya.
Acara CTF Summit tahun ini dilaksanakan berdasarkan keberhasilan penyelenggaraan pertemuan sebelumnya di Sydney, Bali, dan Kuala Lumpur. Tahun ini Thailand's Anti-Money Laundering Office (AMLO) menjadi tuan rumah kerja sama dengan PPATK dan AUSTRAC. Kegiatan ini diikuti para kepala Financial Intelligence Unit, perwakilan senior pembuat kebijakan, penegak hukum, lembaga kebijakan, dan keamanan nasional.
Acara pembukaan diawali pidato dari Minister of Australian Petter Dutton, Menkopolhukam RI Wiranto, dan Keynote Speech oleh Deputy Prime Minister Thailand Wissanu Krea-Ngarm. Ketiga pejabat tersebut sepakat akan pentingnya penanganan pendanaan teroris untuk lebih meminimalisir kejahatan terorisme yang terjadi dan melibatkan banyak negara di dunia.