REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ahmad Muzani belum pernah mendengar permintaan dari Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra terkait pengajuan draft aliansi ke pasangan Prabowo-Sandiaga. Draft aliansi sebagaimana disebutkan Yusril, memuat usulan terkait format dan arah aliansi partai dalam koalisi Prabowo-Sandiaga.
"Saya juga belum pernah dengar dan belum pernah baca ada draf itu dari Pak Yusril. Yang ada saya dari dulu sama Pak Yusril tidak pernah dihubungi," ujar Muzani di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/11).
Muzani menegaskan, selama ini partainya tidak memiliki masalah dengan PBB maupun Yusril terkait persoalan rumusan koalisi Prabowo-Sandiaga. Menurutnya, format koalisi partai pendukung Prabowo-Sandiaga sudah selesai antara Partai Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat dan Partai Berkarya. Ia juga menilai, selama ini pembahasan format koalisi tidak pernah ada masalah.
Ia justru mempertanyakan draft aliansi yang kini muncul tersebut. Baginya, persoalan koalisi sudah selesai dan partainya menghormati jika Yusril memilih menjadi kuasa hukum dari pasangan Jokowi-Ma'ruf.
"Sekali lagi persoalan ini buat saya sudah selesai ketika Pak Yusril sudah memutuskan ke sana. Tidak perlu ada lagi yang harus dijelaskan panjang lebar, kecuali menghormati kepurusan beliau untuk bergabung kesana," ungkap Muzani.
Meskipun ia berharap sebagai partai, PBB menetapkan dukungannya ke pasangan Prabowo-Sandiaga. Sebab, hingga kini PBB belum memutuskan mendikung pasangan capres untuk Pilpres 2019.
"Saya berharap kalau PBB belum memutuskan bisa bergabung dengan kami dan kami tidak bisa menawarkan banyak, kecuali bagaimana kita sama-sama berjuang," ujar Sekjen Partai Gerindra tersebut.
Sebelummya, dalam keterangan tertulis, Yusril menyebutkan pernah mengirimkan draft aliansi yang dirumuskan sejumlah tokoh dan ulama ke Prabowo-Sandiaga. Draft aliansi tersebut adalah tindak lanjut dari sarannya kepada Prabowo sebagai ketua koalisi untuk membahas format koalisi yang adil bagi partai-partai yang mendukungnya.
Sebab, formal koalisi penting untuk partai-partai agar tidak hanya diajak koalisi mendukung paslon Prabowo Sandi tanpa format yang jelas. Karena di sisi lain, selain memilih Presiden dan Wapres, rakyat di Pemilu 2019 juga memilih caleg pada semua tingkatan.
"Dalam “koalisi” di sini, di satu pihak anggota koalisi disuruh all out kampanyekan Prabowo Sandi, tetapi dalam pileg di suatu dapil sesama anggota koalisi saling bertempur untuk memperoleh kemenangan bagi partainya," ujar Yusril dalam keterangannya pada Kamis (8/11).
Ia melanjutkan, nanti yang akan terjadi Prabowo Sandi memenangi pilpres, tetapi dalam Pileg yang sangat diuntungkan adalah Gerindra, sementara partai anggota koalisi justru babak belur.
Karenanya, waktu itu ua berharap Prabowo mengundang semua ketua partai koalisi membahas masalah ini, agar semua peserta koalisi merasa nyaman berjuang dalam koalisi tersebut. "Saran ini sudah saya sampaikan ke Pak Prabowo melalui Pak Sandi, tapi sampai hari ini tidak pernah ditanggapi," ungkapnya.
Selanjutnya, PBB mengutus Ketua Majelis Syuro PBB MS Kaban dan Sekjen PBB Afriansyah Ferry Noor bertemu Habib Rizieq untuk membahas hal tersebut, yang kemudian hasilnya sejumlah tokoh dan ulama merumuskan 'draf aliansi' di rumah KH A Rasyid Abdullah Syafii.
"Draf itu dilaporkan ke HRS oleh Munarman dan dikirimkan tanggal 13 Oktober 2018 ke Pak Prabowo untuk direspons. Hingga kini tidak ada respons apapun dari beliau," ungkapnya.