Senin 12 Nov 2018 16:00 WIB

Korut dan Korsel Hancurkan Pos Perbatasan

Penghancuran pos perbatasan untuk mengurangi ketegangan kedua negara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menggunakan teropong untuk melihat wilayah Selatan dari pos pengamatan militer di wilayah perbatasan Korut dan Korsel.
Foto: AP
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menggunakan teropong untuk melihat wilayah Selatan dari pos pengamatan militer di wilayah perbatasan Korut dan Korsel.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut) mulai menghancurkan 20 pos penjaga yang berdiri di sepanjang perbatasan kedua negara, Ahad (11/11). Hal itu dilakukan guna mengurangi ketegangan di zona perbatasan.

Seperti dilaporkan laman South China Morning Post, penghancuran pos-pos penjaga di sepanjang perbatasan itu merupakan realisasi dari kesepakatan yang telah tercapai antara jenderal militer Korut-Korsel pada akhir Oktober lalu. Dalam kesepakatan tersebut, Seoul dan Pyongyang setuju untuk menghancurkan 10 pos penjaga.

Namun sebagai bagian dari gerakan rekonsiliasi baru, kedua negara memutuskan menghancurkan semua pos penjaga di sepanjang perbatasan. Tak hanya itu, persenjataan yang disiagakan di zona perbatasan pun ditarik.

Kini perbatasan antara Korut dan Korsel hanya dijaga oleh puluhan personel militer masing-masing. Namun mereka tak dibekali persenjataan apa pun.

Baca juga, Parade Militer Korut, Rudal Nuklir Berganti Balon dan Bunga.

Korut-Korsel telah bersitegang sehubungan dengan cukup intensnya Pyongyang menguji rudal balistik dan nuklirnya. Kedua negara memang belum memiliki kesepakatan atau perjanjian damai permanen setelah Perang Korea usai pada 1953.

Namun hubungan kedua negara mulai mencair setelah Presiden Korsel Moon Jae-in dan pemimpingtertinggi Korut bertemu di KTT Antar-Korea yang digelar di Panmunjeom pada April.  Pada momen itu, Moon dan Kim yang bertemu untuk pertama kalinya, menandatangani Panmunjeom Declaration for Peace, Prosperity, and the Unification of the Korean.

Dalam deklarasi tersebut, Kim da Moon berbagi komitmen tegas untuk mengakhiri segala perpecahan dan konfrontasi yang telah berlangsung sejak berakhirnya Perang Korea pada 1953.

Perang itu memang diakhiri dengan gencatan senjata tanpa kesepakatan damai antara kedua negara. Sebagai gantinya, Korut dan Korsel bertekad untuk memasuki era baru rekonsiliasi nasional, perdamaian, dan kemakmuran serta memupuk hubungan antar-Korea secara lebih aktif.

Korut dan Korsel pun berkomitmen untuk melakukan upaya bersama guna mengurangi ketegangan militer antara kedua negara. Hal ini secara praktis akan menghilangkan bahaya meletusnya perang di Semenanjung Korea.

Terkait hal ini, Korut dan Korsel sepakat untuk melakukan pertemuan yang intens antara otoritas militer masing-masing, termasuk pertemuan antara menteri pertahanan. Tujuannya adalah untuk membahas dan memecahkan masalah militer yang muncul di antara kedua negara.

Dalam deklarasi itu, Korut dan Korsel juga mengonfirmasi tujuan bersama untuk mewujudkan denuklirasi lengkap, yakni Semenanjung Korea yang bebas nuklir. Kedua negara sepakat berbagi peran dan tanggung jawab untuk merealisasikan hal ini.

Penandatanganan Panmunjeom Declaration for Peace, Prosperity, and the Unification of the Korean merupakan sebuah pencapaian yang cukup bersejarah. Sebab dalam deklarasi ini, Korut, untuk pertama kalinya, menyatakan kesediaan untuk melakukan denuklirisasi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement