REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Komisi Kajian Ekonomi dan Keamanan AS-Cina di Kongres AS mengatakan, Cina tampaknya telah melonggarkan penegakan sanksi terhadap Korea Utara (Korut). Komisi itu menyatakan, Cina memang telah menegakkan sanksi yang lebih menyeluruh terhadap Korut daripada di masa lalu, pada 2017 dan di awal 2018.
Namun sanksi itu tampaknya telah dilonggarkan sejak hubungan antara Cina dan Korut semakin mencair. "Cina tampaknya telah meringankan sanksi, meski telah berjanji untuk menjaga agar sanksi itu tetap utuh sampai Korea Utara menyingkirkan senjata nuklirnya," kata laporan itu.
"Pekerja Korea Utara telah kembali bekerja di Cina timur laut, kegiatan ekonomi dan pariwisata telah meningkat di kota-kota perbatasan, penerbangan di kedua arah telah kembali, dan kedua negara telah melakukan pertukaran resmi profil tinggi untuk membahas pembangunan ekonomi," tambah laporan tersebut.
Laporan itu mengatakan Departemen Keuangan, dalam merekomendasikan target sanksi Cina, juga harus menjelaskan potensi dampak yang lebih luas dari sanksi terhadap entitas tersebut.
Baca juga, AS Ingin Sanksi ke Korut tak Dicabut.
Dewan Keamanan PBB telah dengan suara bulat meningkatkan sanksi terhadap Korut sejak 2006, dalam upaya untuk menekan pemasukannya guna mengurangi pendanaan program persenjataannya. AS juga telah menjatuhkan sanksi pada perusahaan-perusahaan Cina dan perusahaan asing lainnya karena melanggar langkah-langkah itu.
Cina dan Rusia mengatakan, Dewan Keamanan PBB harus memberi imbalan kepada Pyongyang jika menunjukkan perkembangan positif. Seruan ini disampaikan setelah Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu pada Juni lalu dan Kim berjanji akan bekerja menuju denuklirisasi.
Departemen Keuangan AS tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari laporan komisi itu. Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya mengharapkan semua negara anggota PBB akan menerapkan resolusi sanksi sampai Korut menyerahkan senjata nuklirnya.