REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan terus melakukan kajian dana cadangan pesangon untuk karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Kajian dilakukan mengingat konsekuensi perkembangan teknologi yang dapat menyebabkan perubahan pada pasar tenaga kerja dan industri.
Hanif menjelaskan, dana cadangan pesangon yang sedang dibahas bersama Kementerian Keuangan dan pengusaha itu terbagi menjadi dua jenis, yakni unemployment benefit dan skill development fund. "Pada prinsipnya, dua jaminan ini sebagai bantalan sosial korban PHK dalam kurun waktu tertentu," tuturnya ketika ditemui usai diskusi Tempo Economic Briefing di Jakarta, Kamis (15/11).
Hanif menuturkan, dua jaminan diberikan bersamaan kepada karyawan yang terkena PHK. Tujuannya, untuk menghadapi adanya kemungkinan perubahan lapangan pekerjaan yang tersedia sekaligus menyesuaikan tuntutan kemampuan tenaga kerja yang dibutuhkan.
Skill development fund merupakan skema pembiayaan pelatihan yang diberikan kepada seseorang pasca terkena PHK. Dana ini diberikan bagi mereka yang ingin melakukan pelatihan melalui lembaga pemerintahan, swasta atau siapapun. "Ketika mereka masuk lembaga pelatihan, tentu membutuhkan pembiayaan. Nah, jaminan ini yang akan membiayai," kata Hanif.
Ketika melakukan pelatihan, pertanyaan lain yang muncul adalah bagaimana dengan nasib keluarganya. Hanif menjelaskan, permasalahan ini dapat terjawab melalui unemployment benefit. Jaminan sosial ini akan diberikan kepada keluarganya, sehingga orang tersebut dapat tetap fokus ikut pelatihan kerja.
Setelah menyelesaikan pelatihan, Hanif menuturkan, unemployment benefit juga akan menjamin sampai seseorang mendapatkan pekerjaan. Sebab, tidak semuanya alumnus pelatihan bisa mendapatkan kerja secara langsung, melainkan butuh waktu tiga sampai enam bulan.
"Dalam kurun waktu itu, jaminan sosial akan menjamin mereka," ucapnya.
Apabila dua jaminan sosial ini dapat direalisasikan, Hanif optimistis, tenaga kerja Indonesia dapat meningkatkan kemampuan dan bekerja secara terus menerus. Mereka juga tidak takut dengan perubahan pekerjaan yang menjadi risiko dari revolusi industri 4.0. Sebab, melalui dua jaminan yang sedang dikaji, pihak yang terkena PHK dapat menentukan pelatihan atau pengembangan kemampuan sesuai minat.
Inti kajian saat ini masih membicarakan sumber dana untuk skill development fund dan unemployment benefit. Pilihannya beragam, dari potongan gaji ketika seseorang bekerja seperti laiknya BPJS Ketenagakerjaan. Opsi lain adalah intervensi pemerintah melalui APBN dan persentase dari levy tenaga kerja asing.
Hanif menjelaskan, pemerintah belum memiliki target realisasi dua jaminan sosial ini. Tapi, pemerintah akan terus melakukan kajian dalam rangka menghadapi perubahan pasar kerja dan industri. "Harapannya, lebih cepat akan lebih baik," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, tantangan terberat dalam menghadapi revolusi industri 4.0 adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sebab, kemampuan SDM masih membutuhkan pembenahan.
Kondisi itu terlihat dari tes calon pegawai negeri sipil (CPNS). Menurut laporan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), pelamar yang lolos tes kemampuan dasar CPNS masih minim.
JK menjelaskan, dari 4 juta pelamar, hanya 1,8 juta orang yang lolos administrasi. Untuk tes berikutnya, hanya delapan persen atau sekitar 100 ribu yang lolos atau setengah dari kebutuhan saat ini, yakni 200 ribu. "Ini sebuah fakta yang harus ditangani segera," ujarnya.
JK menambahkan, revolusi industri 4.0 yang membutuhkan teknologi maju tidak dapat dihalangi. Karena itu, Indonesia harus masuk dan bersaing di dalamnya bersama dengan negara lain. Tapi, untuk menang persaingan memag tidak mudah, tidak murah, dan tidak cepat, karena butuh waktu belajar.