REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pemimpin Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar, memperingatkan Israel untuk tidak menyerang Gaza lagi. Menurutnya, jika Israel terus menyerang maka roket Hamas akan mengejutkan Israel dengan menargetkan Tel Aviv dan kota-kota pusat lainnya.
Dia juga memperingatkan, jika ada lagi tentara Israel yang memasuki Jalur Gaza, maka mereka hanya bisa kembali ke Israel jika ditukarkan dengan ribuan tahanan Palestina. Sinwar berbicara dalam sebuah upacara penghormatan terhadap tujuh anggota Hamas yang tewas dalam baku tembak pada Ahad (11/11), dengan pasukan khusus Israel.
Ia kemudian mengeluarkan pistol dengan peredam yang katanya milik salah satu tentara Israel. Satu tentara Israel, yang diidentifikasi sebagai Letnan Kolonel, juga terbunuh dalam baku tembak tersebut, sementara yang lainnya terluka.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya telah mengizinkan masuknya bantuan bahan bakar dan dana dari Qatar ke Gaza, sebagai bagian dari upaya mediasi Mesir untuk mencapai gencatan senjata jangka panjang. Sinwar mencemooh Israel karena menganggap keputusan itu dapat mencegah Hamas meluncurkan serangan berskala besar ke Israel.
“Apa yang dipikirkan pemimpin Israel ketika mengizinkan masuknya bahan bakar dan dana dari Qatar? Kita akan menjual darah kita untuk solar dan dolar? Mereka telah kecewa, dan tujuan mereka gagal,” ungkap Sinwar, dikutip Times of Israel.
Dia mengatakan dia telah berbicara dengan pemimpin sayap militer Hamas, Brigadir Izz ad-Din al-Qassam, Muhammad Deif. “Deif meminta saya untuk mengatakan bahwa Tel Aviv dan Gush Dan [daerah Tel Aviv yang lebih besar] adalah target yang berikutnya. Serangan pertama yang menghantam Tel Aviv akan mengejutkan Israel," tutur dia.
Serangan baru yang terjadi pada Ahad (11/11) berlangsung hingga Senin (12/11) dan Selasa (13/11). Rentetan roket dan mortir yang belum pernah terjadi sebelumnya telah ditembakkan oleh Hamas setelah pasukan khusus Israel melakukan operasi di Jalur Gaza, yang kemudian dibalas dengan serangan udara Israel.
"Tangan kami berada di depan pelatuk dan mata kami terbuka. Siapa pun yang menyerang Gaza hanya akan mendapatkan kematian dan racun. Rudal kami lebih tepat, memiliki jangkauan yang lebih besar, dan membawa lebih banyak bahan peledak daripada di masa lalu," jelas Sinwar.
Lebih dari 460 roket dan mortir ditembakkan ke Israel selatan dalam 24 jam. Sistem pertahanan rudal Iron Dome Israel telah mencegat lebih dari 100 rudal. Sebagian besar sisanya mendarat di ladang terbuka dan di kota-kota Israel, sehingga menewaskan satu orang.
Sebagai tanggapan, militer Israel mengatakan pihaknya telah menargetkan sekitar 160 lokasi di Jalur Gaza yang terhubung dengan Hamas dan kelompok Jihad Islam Palestina, termasuk empat fasilitas yang disebut Israel sebagai aset strategis utama. Pertempuran berakhir pada Selasa (13/11) setelah gencatan senjata yang ditengahi Mesir mulai berlaku, meskipun tidak secara resmi dikonfirmasi oleh Israel.
Keputusan untuk menghentikan serangan di Gaza dikritik oleh banyak warga Israel dan menjadi alasan Avigdor Lieberman untuk mengundurkan diri sebagai menteri pertahanan Israel pada Rabu (14/11).
Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, mendukung pengunduran diri Lieberman, dengan mengatakan keputusan itu menandai pengakuan kekalahan Israel. Haniyeh juga yakin dapat mencapai kemenangan melawan Israel dalam waktu kurang dari sepekan.
"Kemenangan militer terjadi karena kinerja heroik dari faksi-faksi perlawanan Palestina yang menanggapi kejahatan dan agresi penjajah dengan respons yang sepadan dengan agresivitasnya," kata dia.
Jihad Islam Palestina juga mengklaim pengunduran diri mendadak menteri pertahanan Israel sebagai sebuah kemenangan. "Lihatlah pembantaian politik yang dilakukan para pemimpin pendudukan yang tidak mampu menangani Gaza," kata juru bicara organisasi itu dalam sebuah pernyataan.
Dalam pengunduran dirinya, Lieberman mengecam keputusan Israel untuk menerima gencatan senjata dari Hamas. Ia menyayangkan Israel yang tidak meluncurkan serangan balasan yang lebih besar.
Dia menepis argumen yang dibuat oleh beberapa analis pertahanan bahwa Pemerintah Israel menahan diri untuk melawan Hamas di Gaza karena lebih suka memfokuskan militer mereka pada ancaman di Iran, Suriah, dan Lebanon. "Itu semua hanya alasan," ungkap Lieberman.