REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto, menjelaskan, pihaknya melakukan pendalaman terhadap laporan hasil survei dari Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat Nahdlatul Ulama (P3M NU) yang menyebutkan 41 masjid terpapar radikalisme. Ia tak menjelaskan lebih lanjut pendalaman seperti apa yang dilakukan.
"BIN melakukan pendalaman (dari hasil survei P3M NU)," ujarnya singkat kepada Republika melalui pesan singkat, Rabu (21/11).
Baca juga
- Penjelasan Survei P3M: Masjid Disusupi Radikalisme
- Soal Masjid Terpapar Radikalisme, Fadli: BIN Buat Kegaduhan
- Ini 10 Masjid Terpopuler di Aplikasi DMI
Selain itu, ia memberikan keterangan tertulis yang ia buat. Menurutnya, survei terkait masjid pemerintah yang terpapar radikalisme dilakukan oleh P3M NU. Hasil dari survei tersebut disampaikan kepada BIN sebagai peringatan dini dan ditindaklanjuti dengan pendalaman dan penelitian lanjutan oleh BIN.
Wawan menjelaskan, keberadaan masjid di kementerian dan lembaga, serta BUMN, perlu dijaga. Itu perlu dilakukan agar penyebaran ujaran kebencian terhadap kalangan tertentu melalui ceramah-ceramah agama tidak memengaruhi masyarakat dan mendegradasi Islam sebagai agama yang menghormati setiap golongan.
"Hal tersebut adalah upaya BIN untuk memberikan early warning dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, tetap menjaga sikap toleran dan menghargai kebhinekaan," katanya.
Ketua Dewan P3M NU, Agus Muhammad, mengatakan, hasil survei yang pihaknya keluarkan tak perlu diperdebatkan lebih panjang lagi. Ia mengaku tak tahu apa motif diangkatnya kembali hasil survei tahun 2017 itu ke publik.
"Saya tidak tahu apa motifnya (mengutip penelitian P3M), tapi menurut saya ini tidak perlulah diperpanjang lagi jadi perdebatan," ungkap Agus saat dikonfirmasi, Rabu (21/11).
Menurutnya, temuan dari hasil survei P3M terkait adanya 41 masjid yang terpapar radikalisme bersifat indikatif ketimbang konklusi. Karena itu, menurutnya, tidak perlu hal tersebut digeneralisasi dan dijadikan fobia. Ia menjelaskan, memang ada kecenderungan radikalisme di masjid, tapi tidak semua masjid seperti itu.
"Belum melakukan penelitian (baru) yang dalam. Tapi kami hanya memilih beberapa masjid itu, tapi ini tidak untuk publikasi," jelasnya.
Agus menerangkan, pada hasil survei yang dilakukan pada September hingga Oktober 2017 lalu itu, masjid yang terpapar radikalisme tingkatnya belum masuk pada kategori setingkat ISIS ataupun kekerasan. Radikal di situ lebih ke dalam pengertian intoleransi.