Kamis 22 Nov 2018 21:44 WIB

Pemprov NTB Klaim Pembangunan Risha Cukup Pesat

Saat ini terdapat 800 fasilitator dari Kementerian PUPR untuk dampingi warga.

Rep: Muhammad Nursyamsyi / Red: Nashih Nashrullah
Pembangunan Rumah Instan Sederhana Sehat di Lombok.
Foto: Dok. Puspen TNI
Pembangunan Rumah Instan Sederhana Sehat di Lombok.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM – Progres rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih terus berjalan. 

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB Muhammad Rum mengatakan, sejumlah rumah instan sederhana sehat (Risha) siap huni sudah terbangun di sejumlah wilayah terdampak gempa. 

Dia merinci sejumlah Risha yang sudah terbangun meliputi 35 unit Risha di Kota Mataram, sedikitnya 10 Risha di Kabupaten Lombok Utara, sekira 31 Risha di Kabupaten Sumbawa. 

Progres cukup pesat dalam pembangunan Risha juga terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat, meski dia belum mengetahui jumlah pastinya.

"Kami minta masyarakat bersabar karena proses bantuan rumah tidak serta merta secepat itu," ujar Rum di Mataram, NTB, Kamis (22/11).

Rum membeberkan, program rehabilitasi dan rekonstruksi terkendala pada aspek fasilitator atau tenaga pendamping dan aplikator atau penyedia bahan material bangunan Risha. 

Sebelumnya, aspek pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) yang menjadi syarat wajib pencairan dana bantuan menjadi alasan utama. Kini, kata Rum, sudah terbentuk cukup banyak pokmas, termasuk dana yang sudah dicairkan.

"Sekarang yang jadi masalah itu aplikator dan fasilitator atau pendamping, perlu ada pendampingan secara masif," lanjutnya.

Hingga saat ini terdapat 800 fasilitator yang diterjunkan Kementerian PUPR untuk mendampingi warga terdampak gempa membangun kembali rumah dengan kaidah tahan gempa. Menurut Rum, jumlah 800 fasilitator masih dirasa kurang dari kebutuhan ideal sebanyak 3 ribu fasilitator.

"Kita terus Koordinasi dengan Kementerian PUPR, sejauh mana kinerjanya fasilitator karena dengan 800 fasilitator masih terlihat belum maksimal, nanti kita dalami lagi," ucap Rum. 

Pemprov NTB juga berkomunikasi dengan Kementerian PUPR dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait kemungkinan penambahan fasilitator. Rum menilai, keberadaan fasilitator dan ketersediaan bahan bangunan oleh aplikator sangat vital bagi pembangunan Risha.

Rum menilai target yang diberikan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait rehabilitasi dan rekonstruksi NTB rampung pada Maret 2019 bisa saja terealisasi selama tidak terpaku pada rumah model Risha. Untuk model Risha, dibutuhkan produksi sebanyak 400 Risha per hari untuk bisa mencapai target pada Maret 2019.

"Tapi kenyataan yang ada, kami pantau (produksi Risha) tidak sampai 27 unit per hari, makanya kita tidak terpaku dengan Risha, kalau Risha bisa dua tahun," lanjut dia.

Alternatif pilihan yang ditawarkan pemerintah, kata Rum, warga bisa memilih membangun rumah dengan model rumah instan konvensional (Riko). 

Rum menilai, proses pembangunan Riko jauh lebih cepat dibandingkan Risha, meski tetap harus disertai fasilitator agar rumah yang dibangun tetap memenuhi kaidah standar bangunan tahan gempa.

"Untuk rumah konvensional (Riko) lebih mudah karena materialnya tidak perlu spesifikasi yang sangat ketat, yang penting ukuran dan sambungan besi tepat, serta tetap tahan gempa. Kita ikhtiar dulu," kata Rum menambahkan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement