REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, membentuk tim negosiasi kuat 12. Tim akan mencari kesepakatan damai yang akan mencakup Taliban dalam masyarakat yang demokratis dan inklusif yang menghormati hak-hak perempuan.
"Saya senang mengumumkan hari ini bahwa setelah beberapa bulan konsultasi intensif dengan warga kami di seluruh negeri, kami telah merumuskan peta jalan untuk perundingan perdamaian," kata Ghani pada konferensi PBB, Rabu (28/11).
“Kami telah membentuk badan dan mekanisme yang dibutuhkan untuk mencapai kesepakatan damai. Kami sekarang bergerak maju ke babak berikutnya dari proses perdamaian," jelasnya seperti ditulis Reuters.
Ghani mengatakan bahwa kepala stafnya akan memimpin tim negosiasi, dan juga akan ada dewan penasihat, yang terdiri dari sembilan komite yang beragam dan representatif, untuk dimasukkan ke dalam negosiasi.
“Pemilihan presiden di musim semi adalah kunci untuk negosiasi perdamaian yang sukses. Rakyat Afghanistan membutuhkan pemerintah yang dipilih dengan mandat untuk mendapatkan ratifikasi, melaksanakan perjanjian perdamaian dan memimpin proses rekonsiliasi masyarakat," lanjut Ghani.
"Implementasinya akan memakan waktu minimal lima tahun untuk mengintegrasikan enam juta pengungsi dan orang-orang terlantar," katanya.
Langkah-langkah membangun kepercayaan kunci akan perlu dilakukan sejak awal, dalam tahun pertama. Tawaran perdamaian itu tanpa syarat tetapi perdamaian itu tergantung pada penerimaan oleh masyarakat Afghanistan.
Chief Executive Afghanistan Abdullah mengatakan pendekatan lima fase akan dimulai dengan dialog intra-Afghanistan, diikuti oleh diskusi dengan Pakistan dan Amerika Serikat, kemudian aktor regional, dunia Islam Arab dan akhirnya negara-negara NATO dan non-NATO.