Kamis 29 Nov 2018 20:02 WIB

Kasus Khashoggi Mulai Ditinggal, Turki Dilema Hadapi Saudi

Negara lain telah kembali berbisnis dengan Arab Saudi.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Jamal Khashoggi
Foto: Metafora Production via AP
Jamal Khashoggi

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Delapan pekan sejak pembunuhan jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi, di konsulat Saudi di Istanbul, Turki masih dilanda dilema. Hal itu karena Presiden AS Donald Trump telah memberikan dukungan kuat untuk Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS).

Semakin lama Turki menghadapi Arab Saudi atas siapa yang memerintahkan operasi pembunuhan Khashoghi, semakin berisiko terisolasi. Negara-negara lain kini telah mengesampingkan kasus itu dan kembali berbisnis dengan eksportir minyak terbesar dunia tersebut.

Kebuntuan berkepanjangan Turki dengan Riyadh juga bisa membahayakan hubungan Turki dengan Washington, jika terus memaksa Trump untuk memilih antara kekuatan regional yang bersaing.

Menurut pejabat Turki, dilema Turki meningkat pekan ini di KTT G20 di Buenos Aires, Argentina. Dalam acara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan MBS bisa saja bertemu.

Tanpa menyebut namanya, Erdogan telah berulang kali mendesak agar MBS menjawab teka-teki pembunuhan itu. Salah satu penasihatnya bahkan mengatakan dengan terus terang, penguasa de facto Arab Saudi itu memiliki darah Khashoggi di tangannya.

Namun, Erdogan telah menghindari pembahasan tentang kematian Khashoggi dalam pidatonya baru-baru ini. Sikapnya itu menimbulkan pertanyaan tentang apakah ia telah melunakkan pendiriannya terhadap MBS, yang bisa memerintah Arab Saudi selama beberapa dekade mendatang.

"Pertemuan mungkin akan berlangsung. Keputusan akhir belum dibuat. Arab Saudi adalah negara penting bagi Turki. Tak seorang pun ingin hubungannya masam karena pembunuhan Khashoggi," kata pejabat politik senior Turki tanpa menyebutkan nama, sesaat sebelum keberangkatan Erdogan ke Argentina.

Erdogan memiliki hubungan baik dengan Raja Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud. Namun hubungan mereka telah menegang karena sejumlah kebijakan Saudi yang diambil MBS, termasuk blokade terharap Qatar.

Erdogan telah menyatakan, serangan terhadap Khasoggi diperintahkan oleh pejabat tingkat tertinggi di kepemimpinan Saudi. CIA juga menilai MBS berada di belakangnya, meskipun ada penolakan keras dari Saudi.

Namun, hampir dua bulan sejak Khashoggi terbunuh dan tubuhnya dipotong-potong oleh satu tim elit yang terdiri dari 15 agen Saudi, kekuatan Barat justru hanya mengambil tindakan kecil terhadap Arab Saudi. Saudi diketahui merupakan pembeli besar senjata Barat dan sekutu strategis Washington.

Langkah paling konkret AS sejauh ini adalah keputusan untuk menjatuhkan sanksi ekonomi pada pertengahan November lalu terhadap 17 pejabat Saudi, termasuk asisten senior MBS, Saud al-Qahtani.

Sementara itu, Trump justru telah menyatakan dukungannya terhadap MBS. Ia mengatakan dia tidak ingin membahayakan bisnis AS dengan Saudi dan menentang tekanan kuat dari anggota parlemen untuk menjatuhkan sanksi yang lebih luas terhadap Arab Saudi.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement