REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegemilangan Kairouan pada akhirnya pupus pula. Sebuah ekspedisi yang dilakukan Bani Hilal pada abad ke-11 menjadi penyebab utamanya. Bani Hilal ini merupakan konfederasi suku-suku Badui yang bermigrasi dari Mesir hulu menuju Afrika Utara.
Sejarawan Muslim ternama, Ibnu Khaldun, menyatakan bahwa ekspedisi yang dilakukan Bani Hilal merupakan ekspedisi yang sangat merusak. Dia mencatat, tanah-tanah hancur karena serbuan Bani Hilal. Bahkan, tanah pun berubah menjadi gersang dan padang pasir.
Bahkan, Ibnu Khaldun mengungkapkan, penghancuran yang dilakukan Bani Hilal sama seperti penghancuran yang dilakukan Bangsa Mongol di Asia Barat. Ia menggunakan bukti arkeologi berupa reruntuhan yang menutupi wilayah tersebut untuk menggambarkan kerusakan itu.
Baca: Kairouan, Tanah Kosong Berpasir yang Jadi Pusat Peradaban
Menurut Ibnu Khaldun, bukti arkeologi itu menunjukkan bahwa wilayah Kairouan memiliki penduduk yang padat dan tanah-tanah subur sebelum Bani Hilal menyerang. Laman Muslimheritage mengungkapkan, serangan Bani Hilal didorong oleh Dinasti Fatimiyah.
Masjid Kairouan di Tunisia
Bani Hilal dijanjikan sejumlah kekayaan bagi mereka dan memberikan imbalan kepada setiap prajurit yang bersedia menyeberang ke wilayah Kairouan. Bahkan, para prajurit juga membawa serta anggota keluarga mereka saat melakukan penyerangan.
Bani Hilal juga menyapu Cyrenaica dan Tripolitania ke selatan Tunisia. Akibat serangan ini, kondisi seluruh Ifriqya, termasuk Kairouan, menjadi memprihatinkan. Yang tadinya makmur dan sejahtera berubah menjadi kosong dan kering.
Baca Juga: Tradisi Intelektual Kairouan
Menurut Ibnu Khaldun, mereka menghancurkan semua keindahan dan semua kemegahan monumental yang ada di Kairouan. Para penduduknya kemudian pergi meninggalkan kota yang mereka cintai dan menyebar ke segala penjuru. Ada yang ke Mesir, Sisilia, Spanyol, dan juga Fes.
Setelah hancur, Kairouan tak pernah pulih. Menurut Leo Africanus, yang pernah mengunjungi Kairouan pada tahun 1516, penduduk Kairouan setelah kehancuran itu hanya berprofesi sebagai pengrajin yang miskin.
Ada pula, ujar Leo, penduduk yang menyamak kulit domba dan kambing, lalu dijual ke Numadia. Mereka tak memiliki penghasilan yang layak. Mereka hidup dalam kondisi memprihatinkan dan berada dalam kemiskinan yang sangat parah.