Rabu 12 Dec 2018 15:13 WIB

Toleransi Sang Gubernur Kufah, Bangun Gereja untuk Sang Ibu

Meski berbeda agama, Khalid tetap tidak durhaka kepada orang tua.

Masjid dan gereja berdiri berdampingan di Nusa Dua Bali simbol kerukunan di Indonesia
Foto: Musiron Republika
Masjid dan gereja berdiri berdampingan di Nusa Dua Bali simbol kerukunan di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, Beragama adalah hak setiap individu. Dalam Islam, tak ada  paksaan sedikitpun untuk memeluk ajaran Muhammad SAW ini. Sekalipun, mereka yang tak menganut Islam adalah keluarga terdekat kita, seperti orang tua misalnya. 

 “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan” (QS al-Baqarah [2]: 256)

Di satu sisi, Islam memberikan tuntunan untuk senantiasia berbakti dan berlaku baik kepada kedua orang tua, tanpa melihat apapun agama dan keyakinannya. 

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS al-Israa’ [17]: 23).

Potret tentang toleransi yang sangat luar biasa pernah dicontohkan oleh gubernur Kufah, Khalid bin Abdullah al-Qusari. Khalid adalah gubernur Muslim yang taat, sementara ibunya penganut Nasrani. 

Sebagai bentuk kepatuhannya, Khalid bahkan telah bersumpah akan senantiasa berbuat baik kepada ibu yang telah melahirkannya itu, meski tetap berbeda agama.  

Kisah yang sangat langka ini terdapat dalam kitab Mu’jam al-Buldan karya Yaqut al-Hamawi.  Tak tanggung-tanggung, sebagai bentuk kecintaanya terhadap sang ibu yang berdarah Romawi Nasrani itu, Khalid membangun gereja khusus di samping masjid agung Kufah.

At-Thabari dalam kitab sejarahnya menyebut Khalid dengan sebutan si anak Nasrani. Meski dengan istilah yang terkesan negatif, tetapi at-Thabari mengapresiasi Khalid dengan penghargaan setinggi-tingginya. 

Meski berbeda agama, Khalid tetap tidak durhaka kepada orang tua, bahkan Khalid memberikan keleluasaan yang sangat kepada sang ibu untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya tersebut.   

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement