Senin 17 Dec 2018 22:01 WIB

TIPH: Israel Langgar HAM di Hebron Berulang Kali

Laporan ini mengafirmasi status Hebron sebagai kota yang dijajah Israel.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nashih Nashrullah
Seorang warga melintasi pertokoan di Hebron, Tepi Barat, Palestina.
Foto: ABED AL HASHLAMOUN/EPA-EFE
Seorang warga melintasi pertokoan di Hebron, Tepi Barat, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, TELAVIV--Gugus tugas internasional yang didirikan dua dekade lalu untuk memantau perjanjian antara Palestina dan Israel di Hebron, The Temporary International Presence in Hebron (TIPH) mengeluarkan laporan lengkap tentang pelanggaran Israel di kota Tepi Barat tersebut. 

Dilansir dari Haaretz, Senin (17/12), ini pertama kalinya laporan TIPH diungkapkan kepada media. 

"Hak asasi manusia telah dilanggar secara teratur dan lebih dan lebih parah lagi bagi warga Palestina di Hebron, dan terutama yang hidup di H2 (wilayah pemukiman Israel), terkait kurangnya kebebasan dalam bergerak dan hak beribadah," kata seorang diplomat yang telah melihat laporan tersebut.   

TIPH yang sudah lama dianggap tidak memiliki kekuatan ini melaporkan rahasia yang menyebutkan begitu banyak pelanggaran terhadap hukum internasional yang dilakukan Israel. 

Laporan ini mengonfirmasi status Hebron sebagai kota yang diokupasi warga dan militer Israel. Gugus tugas yang didirikan untuk menjamin keamanan warga Palestina tersebut memperingatkan Hebron semakin terpecah karena tindakan pemerintah dan warga Israel. 

Menurut laporan tersebut, Israel jelas-jelas telah melakukan 'pelanggaran berat dan dilakukan secara teratur' dalam memberikan hak untuk tidak didiskriminasi serta kewajiban melindungi seluruh populasi yang hidup dalam pendudukan tersebut dari deportasi. 

Pemukiman Israel di Hebron telah melanggar hukum internasional. Warga Israel yang tinggal di wilayah yang dikuasai negara mereka selalu menyulitkan warga Palestina yang juga tinggal di sana. 

TIPH didirikan pada 1997 sebagai bagian dari 'Protokol Hebron' yang tercantum dalam Perjanjian Oslo. Dalam perjanjian tersebut Israel diizinkan untuk mengirimkan tentara mereka ke bagian kota yang masih mereka kuasai. 

Lalu dalam Memorandum Sungai Wye yang ditanda tangani Benjamin Netanyahu dan Pemimpin PLO saat itu Yasser Arafat mengizinkan Israel menambah jumlah pasukan mereka di sana. 

Beberapa sumber mengutarakan kekhawatiran mereka dalam publikasi laporan rahasia ini. Mereka takut Israel menolak untuk memperbarui mandat TIPH untuk beroperasi di Hebron. Mandat TIPH ini dilakukan setiap enam bulan sekali. 

Selama kunjungannya ke Paris pada November lalu Netanyahu mengatakan ia akan kembali mempertimbangkan mandat TIPH ini pada Desember. Tekanan kelompok sayap-kanan terhadap Netanyahu untuk membantalkan mandat pemantauan ini semakin kuat. Beberapa bulan terakir TIPH sudah menjadi pusat perhatian dalam arti yang negatif. 

Hal ini menyusul dua kejadian yang melibatkan dua pegawai TIPH. Menurut polisi salah seorang pegawai TIPH terekam kamera sedang membocorkan ban kendaraan milik pemukim Israel di kota tersebut. 

Pegawai lainnya dari Swiss dideportasi dari Israel setelah menampar seorang anak pemukim Israel. Setelah dua kejadian tersebut Netanyahu memanggil kepala gugus tugas tersebut pada bulan Juli lalu. 

Laporan sepanjang hampir seratus halaman itu dibuat sebagai ulang tahun TIPH yang ke-20. Gugus tugas internasional ini didirikan setelah teroris Yahudi radikal Baruch Goldstein melakukan penembakan massal dalam Al-Haram Al-Ibrahimi atau Gua Makhpela yang menewaskan 29 jiwa dan melukai lebih dari 125 orang lainnya pada Februari 1994. 

Anggota gugus tugas ini sebanyak 64 orang dari lima negara; Italia, Norwegia, Swedia, Swiss dan Turki, sebelumnya ada Denmark tapi mereka menarik diri. 

TIPH hanya memberi laporan kepada negara-negara yang berkontribusi, ke Palestina dan Israel dan mereka tidak membagikan laporan mereka kepada publik. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement