REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid meyakini calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto tidak menginginkan Indonesia akan punah jika kalah di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Pernyataan Prabowo itu belakangan menuai pro dan kontra.
"Beliau pasti menginkan bahwa demokrasi menghadirkan beragam kondisi yang berbeda-beda. Saya tidak yakin bahwa beliau bermaksud mengatakan kalau beliau kalah Indonesia punah," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/12).
Hidayat mengingatkan, agar media menyimak pidato Prabowo tersebut secara utuh, dan jangan memotong pernyataan Ketua Umum DPP Partai Gerindra tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan baru. Hidayat meyakini Prabowo menyampaikan kondisi yang perlu diperbaiki dan dikritisi melalui mekanisme pemilu yang lebih baik agar menghasilkan kondisi yang baik.
"Jadi perlu dibaca secara keseluruhan. Karena kalau itu logikanya, ya pastilah beliau tidak berpendapat begitu," ujarnya.
Hidayat yang merupakan Wakil Ketua MPR RI itu menilai pernyataan Prabowo itu merupakan bentuk kritik terhadap sistem dan kondisi yang sedang berjalan di Indonesia, termasuk saat ini menjelang pelaksanaan Pemilu 2019. Dia menilai, Prabowo sebagai seorang demokrat akan menerima apapun hasil Pilpres 2019 selama prosesnya berjalan sesuai dengan mekanisme yang ada.
"Saya yakin pun sebagai demokrat beliau akan menerima. Apa pun hasil dari pemilu yang dilakukan dengan cara aman, tertib, damai, luber," ucapnya.
Sebelumnya, Prabowo Subianto dalam Konferensi Nasional Partai Gerindra pada Senin (17/12) menyatakan, Indonesia akan punah jika koalisinya tidak mampu memenangkan Pilpres 2019. "Kita tidak bisa kalah. Kita tidak boleh kalah. Kalau kita kalah negara ini bisa punah," kata Prabowo saat menyampaikan pidato di acara Konfernas Partai Gerindra yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Senin (17/12).
Karena itu, Prabowo meminta agar para pendukungnya tidak boleh kalah di Pemilu 2019. Prabowo menjelaskan kepunahan itu bisa terjadi karena sudah terlalu lama para elite berkuasa dengan langkah dan cara yang keliru, dan kondisi itu telah menyebabkan tingginya ketimpangan sosial di Indonesia.