REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, bahwa kejadian amblesnya jalan di Gubeng, Kota Surabaya bukan disebabkan gempa bumi atau aktivitas tektonik. Jalan Raya Gubeng ambles sedalam 30 meter pada Selasa (18/12) malam.
"Berdasarkan hasil analisis gelombang seismik (kegempaan) yang tercatat, diketahui bahwa peristiwa amblesan ini bukan akibat gempa bumi," kata Kepala Pusat Informasi Gempa Bumi dan tsunami BMKG Rahmat Triyono dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu (19/12).
Berdasarkan pengamatan, amblesan tanah (tanah longsor) yang terjadi dengan kedalaman 30 meter dan lebar delapan meter itu merupakan murni peristiwa amblesan tanah dan bukan peristiwa likuefaksi yang banyak dikabarkan karena tidak ada fenomena mencairnya material tanah di lokasi kejadian. Catatan Kegempaan, menurutnya tidak menunjukkan adanya mekanisme penyesaran batuan dan sensor kegempaan yang mencatat hanya satu sensor di lokasi terdekat amblesan tanah sehingga merupakan aktivitas lokal.
Berdasarkan pengamatan pada sensor kegempaan BMKG terdekat yaitu sensor Prigen Pasuruan Jawa Indonesia(PJI) peristiwa serupa ternyata sudah tercatat dua kali terjadi, dengan catatan amblasan pertama tercatat pada pukul 21.41.27 WIB dan amblesan ke dua pada pukul 22.30.00 WIB. Untuk itu, diimbau masyarakat agar tidak panik dan resah terhadap pemberitaan yang muncul akibat peristiwa tersebut.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, amblesan di Jalan Raya Gubeng bukan akibat gempa bumi. "Jadi kalau ada yang mengatakan peristiwa tersebut akibat sesar Waru yang melintas di sana tidak betul karena tidak ada aktivitas tektonik, tetapi ini adalah amblesan tanah," katanya.
Sutopo mengatakan, amblesan tanah tersebut terjadi karena adanya kesalahan konstruksi pada pembangunan basement rumah sakit yang tidak menggunakan dinding penahan tanah yang langsung berhadapan dengan jalan, sehingga berpeluang menimbulkan dorongan tanah pada area jalan sekitarnya. Ditambah beban arus lalu lintas yang terus berjalan serta musim penghujan sehingga tanah mudah terjadi ambles.
"Fenomena ini adalah lebih banyak karena kesalahan konstruksi. Ke depan disarankan membentuk tim independen, Pemkot Surabaya juga agar mengevaluasi proses perizinan mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan konstruksi serta perlu audit forensik terkait berbagai proyek di sekitarnya berpeluang menjadi pemicu terjadinya musibah," kata Sutopo.