Sabtu 22 Dec 2018 03:01 WIB

Pemberhentian GKR Hemas Jadi Catatan Kelam DPD

Pemberhentian GKR Hemas nampak hanya sebuah ekspresi keserampangan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Esthi Maharani
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) GKR Hemas
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) GKR Hemas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas diberhentikan sementara dari posisi dirinya sebagai anggota DPD RI. Alasan DPD memberhentikan GKR Hemas karena dirinya tidak menghadiri sidang paripurna selama 12 kali. Namun, sikap DPD tersebut dinilai sebagai catatan kelam di akhir tahun.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan, Pemberhentian GKR Hemas nampak hanya sebuah ekspresi keserampangan, keserakahan, kesewenang-wenangan lembaga.

“Seolah-olah, DPD sebegitu disiplinnya sehingga anggota yang tidak disiplin menjadi ancaman serius. Padahal serajin-rajinnya anggota DPD, mereka tetap tak bisa apa-apa, apalagi menghasilkan sesuatu,” kata Lucius dalam keterangan resmi diterima Republika.co.id, Sabtu (22/12).

Lucius mengatakan, bukan maksud dirinya mendukung kemalasan seorang anggota DPD RI  menghadiri rapat. Namun, memanfaatkan momen pemberhentian GKR Hemas tetapi sembari membiarkan ketidakberesan akut lainnya sama saja tak akan mendatangkan perubahan.

Kedisplinan menghadiri sidang adalah penting.  Akan tetapi pemberian sanksi hanya pada orang tertentu sambil melindungi orang lain juga melanggar etika justru memperlihatkan perilaku DPD yang tidak matang dan kekanak-kanakan.

“Sanksi pun tak lagi dimaknai sebagai hukuman, tetapi sekadar alat kekuasaan segelintir elite DPD untuk menyingkirkan anggota lain yang dianggap berlawanan,” tutur dia.

“Sanksi hanya menjadi pemuas nafsu keserakahan untuk mempertahankan kekuasaan seseorang atau segelintir orang di DPD,” katanya menambahkan.

Sebelumnya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas diberhentikan sementara oleh Badan Kehormatan Dewan Pimpinan Daerah (BK DPD) RI, Kamis (20/12). Hemas mengaku, pemberhentian tersebut dilakukan tidak berdasarkan hukum yang berlaku.

Menurut Hemas, pemberhentian sementara dirinya mengesampingkan ketentuan Pasal 313 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Pasal tersebut, berisi bahwa anggota DPR RI yang diberhentikan sementara merupakan terdakwa dalam tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun atau menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus.

Ia mengatakan, sanksi yang dijatuhkan BK padanya juga mengesampingkan Tata Tertib DPD RI. "Anggota diberhentikan sementara kalau yang bersangkutan melanggar pidana dan menjadi terdakwa," kata Hemas.

Untuk itu, ia menolak pemberhentian sementara ini. Bahkan, alasan pemberhentiannya karena tidak menghadiri sidang paripurna sebanyak 12 kali, ia pun mengaku memiliki alasan atas hal tersebut.

Yakni, karena Hemas yang menolak akan kepemimpinan Oesman Sapta Odang (Oso) selaku Kedua DPD RI. Pengambilalihan kepemimpinan oleh Oso, kata dia, menabrak hukum dan dinyatakan tidak sah berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi.

"Hukum harus tegak di negeri ini dan tidak boleh ada warga yang kebal hukum apalagi berada di atas hukum. Kalau saya menutup mata akan hal ini, terus untuk apa saya menjadi anggota DPR RI," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement