REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus berupaya menggenjot nilai ekspor untuk memperbaiki neraca perdagangan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global. Dalam hal ini, industri manufaktur akan menjadi sektor yang diandalkan guna berkontribusi lebih memperkuat struktur perekonomian nasional.
“Saat ini, ekspor produk industri manufakur memberikan kontribusi mencapai 72,28 persen dari total ekspor nasional,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (24/12).
Kementerian Perindustrian mencatat, nilai ekspor produk manufaktur terus meningkat setiap tahun. Hingga Desember 2018, ekspor manufaktur mampu menembus 130,74 miliar dolar AS atau naik 4,51 persen dibanding capaian tahun 2017 sebesar 125,10 miliar dolar AS. Pada 2016, ekspor manufaktur aekitar 110,50 miliar dolar AS dan tahun 2015 di angka 108,60 miliar dolar AS.
Dalam upaya mendorong peningkatan ekspor dari industri manufaktur, diperlukan langkah untuk memacu investasi atau ekspansi. “Supaya bisa menggenjot kapasitas industri, dibutuhkan tambahan investasi untuk perluasan usaha,” jelasnya.
Hingga Desember 2018, investasi industri nonmigas diperkirakan mencapai Rp 226,18 triliun. Selain menumbuhkan populasi industri, investasi dapat memperdalam struktur industri di dalam negeri sehingga berperan sebagai substitusi impor.
“Populasi industri besar dan sedang bertambah sebesar 6.000 unit usaha. Industri kecil mengalami penambahan jumlah industri yang mendapatkan izin sebanyak 10 ribu unit usaha,” paparnya.
Dari capaian tersebut, total tenaga kerja di sektor industri yang telah terserap sebanyak 18,25 juta orang. Jumlah tersebut naik 17,4 persen dibanding tahun 2015 di angka 15,54 juta orang.
Oleh karena itu, pemerintah terus merancang kebijakan pemberian insentif fiskal yang lebih menarik sehingga dapat menggairahkan iklim usaha. “Misalnya, untuk industri otomotif, kami mengusulkan harmonisasi tarif dan revisi besaran PPnBM,” imbuhnya.