Rabu 26 Dec 2018 10:42 WIB

Mahfud MD: Kontrak Freeport tak Bisa Diakhiri Begitu Saja

KK Freeport telah menyandera pemerintah dan hanya bisa diakhiri dengan negosiasi.

Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang di PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Papua.
Foto: Musiron/Republika
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang di PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah perdebatan apakah Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia (PTFI) harus diakhiri tahun 2021 dan Indonesia bisa mendapatkannya secara gratis? Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menegaskan KK Freeport telah menyandera pemerintah dan hanya bisa diakhiri dengan negosiasi.

“Kontrak yg menyandera dan menjerat seperti itu memang hanya bisa diakhiri dengan kontrak baru melalui negosiasi. Tak bisa diakhiri begitu saja,” ujar Mahfud dalam keterangan tertulisnya.

Mahfud mengomentari beberapa komentar terkait asumsi jika pemerintah, melalui Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero), bisa mendapatkan PTFI secara gratis ketika kontrak mereka berakhir di 2021.

Inalum pada Jumat (21/12) meningkatkan kepemilikannya di PTFI dari 9,36 persen menjadi 51 persen dengan membayar 3,85 miliar dolar AS atau Rp 55 triliun dan menjadi pengendali perusahaan yang memiliki tambang Grasberg di Papua dengan kekayaan emas, perunggu dan perak sebesar Rp 2,400 triliun hingga 2041.

Dengan beralihnya kepemilikan PTFI dari perusahaan Amerika Serikat Freeport McMoRan (FCX) ke entitas Indonesia, operasional PTFI pun beralih dari KK ke Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK).

“Menurut hukum, setiap kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya. Kontrak hanya bisa diakhiri dgn kontrak baru melalui asas konsensual,” kata Mahfud.

“Ada yg nanya, ‘apakah kontrak tetap mengikat jika dibuat dengan diduga ada penyuapan?’ Itu harus diputus oleh peradilan pidana dulu, dan peradilan pidana untuk kasus korupsi atau penyuapan mempunyai masa kedaluwarsa selama 18 tahun. KK itu terjadi tahun 1991, dan kedaluwarsanya pada 2009,” terang Mahfud.

Seharusnya kalau mau dipidanakan selambat-lambatnya ya tahun 2009, menurut Mahfud. PTFI melakukan eksplorasi dan penambangan berdasarkan KK dengan pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada tahun 1967 di zaman Soeharto dan diperbarui melalui KK tahun 1991 di zaman Presiden yang sama dengan masa operasi hingga 2021.

Terkait dengan masa operasi tersebut, FCX dan pemerintah memiliki interpretasi yang berbeda atas isi pasal perpanjangan. Pengertian FCX adalah bahwa KK akan berakhir di tahun 2021, namun mereka berhak mengajukan perpanjangan dua kali 10 tahun (hingga 2041). Pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan tersebut secara "tidak wajar".

Interpretasi yang berbeda terkait kata “tidak wajar” ini harus diselesaikan di pengadilan internasional (arbitrase). Mahfud menjelaskan, maka itu pemerintah mengeluarkan UU No. 4/2009 tentang mineral dan batu bara yang mengubah sistem KK menjadi izin usaha.

Freeport menolak dan mengatakan UU itu hanya berlaku bagi perusahaan baru. Perjanjian hanya bisa berakhir dengan perjanjian baru. Itulah yang ditempuh oleh pemerintah.

“Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak membawa kasus ini ke arbitrase? Pemerintah sudah menyatakan siap ke arbitrase jika usaha mengambil 51 persen saham gagal. Tapi, masalahnya, jika kalah maka Indonesia akan kehilangan Freeport untuk selamanya, apalagi kasus pidananya sudah kedaluwarsa,” katanya.

Inalum sebelumnya menyayangkan asumsi-asumsi yang beredar di publik seolah-olah pemerintah membeli barangnya sendiri.

Kepala Komunikasi Korporat dan Hubungan Antar Lembaga Inalum Rendi A Witular, menurutnya sangat disayangkan beberapa pengamat tidak membaca data dan Kontrak Karya (KK) PTFI sebelumnya. "Namun berani membuat analisa bodong dan menyesatkan publik seolah-olah kita membeli tanah air kita sendiri,” ujar Rendi.

Rendi juga menjelaskan jika ambil jalur arbitrase dampaknya operasional PTFI akan dikurangi atau bahkan dihentikan. Ini akan berakibat pada runtuhnya terowongan bawah tanah sehingga biaya untuk memperbaikinya bisa lebih mahal dari harga divestasi. Tambang Grasberg adalah yang terumit di dunia.

Dampak kedua adalah ekonomi Mimika akan terhenti karena sekitar 90 persen ekonomi mereka digerakan oleh kegiatan PTFI. Tidak ada jaminan pula Indonesia dapat menang di arbitrase yang sidangnya dapat berlangsung bertahun-tahun, dan jika kalah bisa pemerintah diwajibkan membayar ganti rugi jauh lebih besar dari harga divestasi.

Di KK itu pun tidak ada pasal yang mengatakan jika kontrak berakhir, pemerintah bisa mendapatkan PTFI dan tambang Grasberg secara gratis. KK PTFI tidak sama dengan kontrak yang berlaku di sektor minyak dan gas di mana jika kontrak berakhir langsung dimiliki oleh pemerintah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement