REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan memanggil ketua dan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal dugaan pelangggaran pidana dalam pencalonan anggota DPD. Pemanggilan ini terkait pencalonan Oesman Sapta Odang (Oso) sebagai anggota DPD.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan pemanggilan tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat. "Untuk agendanya akan kami cek lagi," ujar Ratna ketika dikonfirmasi Republika, Selasa (1/1).
Pada 28 Desember 2018 lalu, Oso telah diperiksa sebagai saksi pelapor dalam dugaan pelangggaran pidana ini. Saat itu, Oso menjelaskan tentang kronologi pencalonan dirinya sebagai anggota DPD.
"Saya menegaskan bahwa kita menerima keputusan MK, tetapi undang-undang mengatakan (putusan) MK tidak berlaku surut. Hanya itu saja," ujar Oso kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat.
Dia melanjutkan, putusan Mahkamah Agung (MA) juga menyatakan menerima putusan MK. Karena itu, Oso tidak terima menyatakan juga merujuk putusan MA.
"Putusan PTUN juga kita sudah menang, MA juga sudah memerintahkan, Bawaslu juga memerintahkan KPU untuk melaksankana putusan PTUN itu," lanjut Oso.
Dia berharap, KPU bisa kembali ke jalan yang benar. Jika dirinya kembali tidak diakomodasi sebagai peserta pemilu, Oso menyebut KPU melanggar hukum.
"Langkah selanjutnya? Saya tidak tahu, saya kan punya lingkungan, punya konstituen, jangan sampai ada hal-hal di luar keinginan kita," tegas Oso.
Laporan dugaan pelanggaran pidana ini disampaikan oleh Kuasa Hukum Oso Herman Kadir. Pokok laporannya terkait adanya dugaan pelanggaran pidana pemilu sebab KPU tidak melaksanakan putusan MA dan PTUN dalam konteks pencalonan Oso sebagai anggota DPD.
Selain itu, kuasa hukum Oso lainnya Dodi S Abdul Qadir juga melaporkan KPU atas dugaan pelanggaran administrasi dalam pencalonan anggota DPD. Pelapor menilai surat KPU Nomor 1492 tanggal 8 Desember 2018, perihal permintaan pengunduran diri Oso sebagai pengurus Partai Politik bagi calon anggota DPD RI Pemilu tahun 2019, bertentangan dengan putusan MA RI nomor 65/P/U/2018 tanggal 25 Oktober 2018, dan putusan PTUN Jakarta nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN Jakarta tanggal 14 November 2018.