REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan tetap berhati-hati dalam mengelola APBN 2019. Sri mengatakan, kondisi APBN pada tahun ini berbeda dengan APBN 2018 dan 2017.
Ini lantaran APBN pada tahun tersebut mendapatkan windfall atau keuntungan tak terduga dari kenaikan harga minyak dunia dan batu bara. "Spirit kita tetap optimis. Karena bekal 2018 sudah baik tapi kita perlu tahu medannya berubah. Kita akan tetap hati-hati dan waspada," kata Sri dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (2/1).
Untuk diketahui, penerimaan negara pada 2018 berhasil mencapai Rp 1.942,3 triliun atau 102,5 persen dari target. Jika dibandingkan dengan capaian 2017, maka realisasi penerimaan negara tumbuh sebesar 16,6 persen.
Baca juga, Tol Trans Jawa Dukung Ekonomi Lokal.
Sri menyampaikan, penerimaan pajak 2018 masih mengalami shortfall atau tak mampu mencapai target. Dia memerinci, penerimaan pajak adalah sebesar Rp 1.315,9 triliun atau 92,4 persen dari APBN 2018. Realisasi itu tumbuh 14,3 persen dibandingkan realisasi 2017.
Selain itu, realisasi penerimaan Bea Cukai 2018 mencapai Rp 205,5 triliun atau 105,9 persen dari APBN 2018. Capaian itu tumbuh 6,7 persen dibandingkan realisasi 2017.
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melonjak tinggi dengan mencapai Rp 407,1 triliun atau 147,8 persen dari target APBN 2018.
Sri menyebut, pertumbuhan PNBP 2018 yang sebesar 30,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2009. Capaian PNBP tersebut dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas dunia terutama harga minyak dan batu bara.
Asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam APBN 2018 adalah 48 dolar AS per barel. Namun, rata-rata harga ICP sepanjang 2018 justru mencapai 67,5 dolar AS per barel. Hal itu kemudian menyebabkan adanya efek windfall dalam penerimaan 2018.
Kendati demikian, kondisi APBN 2019 berbeda. Sri menyampaikan, anggaran tahun ini dirancang dengan asumsi harga ICP sebesar 70 dolar AS per barel. Pemerintah pun merancang penerimaan negara dengan target mencapai Rp 2.165,1 triliun pada 2019.
"Sehingga, seluruh kemungkinan windfall sudah masuk target 2019," kata dia.
Sri mengatakan, untuk bisa menembus target tersebut dibutuhkan pertumbuhan penerimaan sebesar 20 persen. Padahal, menurutnya, pertumbuhan penerimaan sebesar 16,6 persen pada 2018 sudah relatif cukup kuat.
Oleh karena itu, Sri menekankan, pemerintah akan tetap berupaya menjaga situasi perekonomian ketika memungut pajak. "Kita tetap melakukan tata kelola yang baik dengan basis data akurat. Kita sampaikan ke dunia usaha ada insentif belanja perpajakan sebesar Rp 150 triliun. Sehingga kita tetap berikan ruang kepada dunia usaha," kata Sri.