Jumat 11 Jan 2019 16:46 WIB

Tersangka Baru Hoaks Surat Suara Seorang Guru SMP

MIK menjadi tersangka kelima kasus hoaks surat surat tercoblos.

Rep: Rahma Sulistya, Antara/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Surat suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2019 diperlihatkan di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (4/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
[ilustrasi] Surat suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2019 diperlihatkan di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (4/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polisi baru saja kembali menangkap tersangka baru dalam kasus penyebaran berita bohong atau hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos, berinisial MIK (38). Tersangka ditangkap di kediamannya wilayah Cilegon, Banten, dan rupanya merupakan seorang guru SMP.

"Bahwa dari hasil riksa tersangka, yang bersangkutan adalah seorang guru SMP di daerah Cilegon sana," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (11/1).

Dari pemeriksaan tersangka juga, ia mengaku membuat sendiri narasi kalimat unggahan di akun Twitter @chiechilhie80, dengan maksud memberitahukan kepada para tim pendukung paslon 02 tentang info tersebut. Kemudian setelah penyidik melakukan pemeriksaan, tersangka tidak bisa membuktikan informasi tersebut didapat dari mana.

"Kami tanya dari mana (tahu info itu), dia tidak bisa membuktikan. Kata dia dari Facebook tapi dia nggak tahu Facebook siapa," kata Argo yang juga menjabat Kepala Tim Media Satgas Antimafia Bola itu.

"Setelah informasi tersebut viral, tersangka menghapus postingannya dari akun Twitter-nya," kata Argo, menambahkan.

Jajaran Subdit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menangkap MIK pada 6 Januari sekitar pukul 22.30 WIB di kediamannya, Metro Cendana, Kelurahan Kebon Dalam, Kecamatan Purwakarta, Kota Cilegon, Banten. Sebelum ditangkap di Cilegon, polisi sempat memburu MIK di Majalengka.

Tersangka dijerat dengan pasal 28 ayat 2 jo 45a ayat 2 Undang-Undang RI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No. 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Dengan pidana paling lama enam tahun dan denda Rp 1 milliar.

Selain itu, ia juga dikenakan pasal 14 dan 15 Undang-Undang RI No. 1 tahun 2006 tentang Penyebaran Berita Bohong. Dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun paling lama 10 tahun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement