Ahad 13 Jan 2019 18:18 WIB

Pajak Diharapkan tak Bunuh Industri E-Commerce

Aturan pemerintah diharapkan tidak mematikan tumbuh kembang industri.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Joko Sadewo
Pembeli sistem online
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Pembeli sistem online

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi E-Commerce Indonesia (Indonesia E-Commerce Association/Idea) menilai pengaturan pajak, akan memberi dampak terhadap industri niaga elektronik atau e-commerce. Kebijakan pajak diharapkan tidak membunuh industri e-commerce.

Ketua Umum Idea Ignatius Untung  meminta pemerintah menciptakan aturan yang dapat mendukung pertumbuhan e-commerce. Pernyataan tersebut berkaitan dengan rencana pengaturan perpajakan bagi pelaku e-commerce, seperti tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 210 tahun 2018.

"Esensinya, asosiasi ingin aturan pemerintah bisa mendukung tumbuh kembang industri, bukan untuk mematikan," kata Untung ketika dihubungi Republika, Ahad (13/1).

Untung menyampaikan, aturan tersebut akan memberikan dampak pada perkembangan e-commerce di Indonesia. Kendati demikian, Untung menolak memberikan keterangan lebih lanjut terkait sikap asosiasi. Dia beralasan, saat ini anggota asosiasi masih mencermati dampak yang timbul akibat aturan tersebut. Rencananya, Idea akan melakukan konferensi pers mengenai sikap asosiasi pada Senin (14/1).

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengumumkan aturan perlakuan perpajakan untuk usaha melalui niaga elektronik atau e-commerce. Hestu menekankan, dalam aturan tersebut pemerintah tidak menetapkan jenis atau tarif pajak baru.

Bagi pelapak yang berjualan melalui platform marketplace tertentu akan  diwajibkan memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada penyedia platform marketplace.

Apabila belum memiliki NPWP, maka dapat memilih untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau memberitahukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace.

Pedagang dan penyedia jasa tersebut pun harus melaksanakan kewajiban terkait Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5 persen dari omzet apabila omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun atau pajak UMKM.

Sementara, untuk usaha dengan omzet melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun akan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan melaksanakan kewajiban terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai ketentuan yang berlaku.

Bagi penyedia platform marketplace, diwajibkan untuk memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP. Penyedia platform marketplace wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN serta PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa.

Platform marketplace juga wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN serta PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform marketplace sendiri. Selain itu, platform marketplace wajib melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform tersebut.

Untuk diketahui, yang dimaksud dengan penyedia platform marketplace adalah pihak yang menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik. Di dalamnya, pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli.

Penyedia platform marketplace yang dikenal di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku over-the-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace.

Kendati demikian, e-commerce yang berada di luar platform marketplace belum dikenai aturan spesifik soal pajak. Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui ritel online, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement