REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Anjloknya harga cabai di tingkat petani telah berlangsung di sejumlah daerah penghasil komoditas cabai di Jawa Tengah. Di tingkat produsen, harga cabai saat ini hanya berkisar Rp 7.000 hingga Rp 9.000 per kilogram.
Kondisi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi para petani. Karena harga jual hasil panen cabai belum bisa sebanding dengan biaya produksi yang harus mereka keluarkan.
Menyikapi hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah menginisiasi kiat untuk membantu para petani cabai di daerahnya. Caranya dengan mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) membeli cabai langsung dari para petani.
“Hari ini, kami datangkan 10 ton cabai merah keriting ke halaman kantor Sekretaris Daerah (Setda) Provinsi Jawa Tengah agar diborong para ASN,” ujar Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, di Semarang, Senin (14/1).
Menurut gubernur, langkah ini diambil guna mengatasi persoalan anjloknya harga cabai di tingkat petani. Cabai yang didatangkan ini merupakan cabai merah keriting produksi para petani di Kabupaten Demak, Purbalingga, serta Kabupaten Semarang.
Total nilai ekonomis yang ada pada transaksi dengan petani ini sebesar Rp 200 juta lebih. “Ini intervensi yang sifatnya darurat, karena harus ada tindakan cepat guna membantu kesulitan petani,” tegasnya.
Gubernur juga menyampaikan, ‘kekuatan’ ASN di lingkungan Setda Provinsi Jawa Tengah pernah diuji saat harga komoditas bawang merah jatuh. Pola seperti ini ternyata sangat membantu para petani.
Bawang merah dari petani dibeli dan dijual langsung kepada ASN dengan intervensi ASN wajib membeli. Nyatanya harga jual komoditas bawang merah tersebut akhirnya terdongkrak dan petani bisa bernafas lega.
“Hari ini kami lakukan kembali dengan memborong langsung komoditas cabai keriting merah dari para petani di sejumlah daerah, dengan harapan bisa meminimalkan kerugian para petani,” tandas Ganjar.
Gubernur juga menyampaikan, persoalan harga cabai sebenarnya tidak terlalu murah di tingkat pasaran. Hanya saja, para petani menjual hasil cabai kepada para tengkulak dengan harga yang sangat murah.
Sebaliknya, tengkulak mengambil untungnya kebanyakan. Ini dibuktikan Ganjar saat mengecek harga komoditas cabai di Ungaran, Kabupaten Semarang.
Di mana harga komoditas cabai merah keriting mencapai kisaran Rp 20 ribu per kg. Pedagang membeli dari tengkulak dengan harga Rp 15 ribu per kg dan harga hasil panen di tingkat petani tak lebih dari Rp 9.000 per kg.
“Kalau seperti ini, yang bisa tertawa senang adalah para tengkulak, sementara petani yang terus merugi dan kian gigt jari,” tegasnya.
Pemprov Jawa Tengah, masih lanjut gubernur, sudah melakukan pengecekan di lapangan terkait anjloknya harga cabai yang dikeluhkan para petani di daerahnya. Ternyata di lapangan, ditemukan jika luasan tanam petani cabai semakin banyak, sehingga terjadi over suply.
“Hal itu otomatis membuat harga tidak bagus. Selain luasan tanam yang lebar, aksi para tengkulak inilah yang membuat harga cabai anjlok dan ujung-ujungnya petani merugi," terangnya.
Pembelian cabai sebanyak 10 ton tersebut lanjut Ganjar merupakan tindakan sementara. Gerakan itu dilakukan agar terjadi perubahan harga di pasaran sekaligus membantu petani merasakan harga hasil panen yang lebih bagus.
“Memang ini sifatnya jangka pendek, karena petani butuh uang dan cabai juga usianya tidak lama sebelum akhirnya membusuk. Sedangkan jangka panjangnya, sudah disiapkan beberapa solusinya,” kata gubernur.
Di lain, ia juga menegaskan Kartu Tani adalah solusi paling tepat untuk mengendalikan kestabilan harga dan komoditi pertanian di pasaran. Kartu tani sebenarnya tidak hanya bicara soal pupuk, namun juga merupakan data terkait semua aktivitas pertanian di Jawa Tengah.
Hari ini baru ketahuan terasa pentingnya Kartu Tani. Gubernur ingin Kartu Tani dapat merekam petani menanam apa, di mana, komoditasnya apa, kapan panennya. “Jika data itu terekam, maka bisa dipantau dan dikontrol harganya," tegasnya.
Tak hanya itu, dari kejadian anjloknya harga cabai, Ganjar menemukan ironi yang sangat menggeletik. Ternyata, banyak petani yang tidak tahu harga cabai di pasaran, sehingga mau saja dibeli murah oleh para tengkulak.
Makanya, ke depan ia ingin para kelompok tani ini diwajibkan memasang aplikasi Sihati (Sistem Informasi Harga dan Produk Komoditi) sehingga para petani bisa mengerti dan komoditas yang mereka hasilkan bisa satu harga.
“Kalau harga cabai misalnya di pasaran Rp 20 ribu, sementara tengkulak membeli Rp 7.000 jangan mau. Karena petani sudah memiliki patokan harga pasaran untuk komoditas cabai mereka,” ujar gubernur.
Sementara itu, intervensi yang mewajibkan para ASN membeli cabai dari petani langsung dengan harga Rp 18 ribu per kg tersebut mendapat apresiasi dari para petani. Mereka menganggap upaya ini menjadi langkah konkret kehadiran pemerintah dalam membantu petani.
Soalnya cabai dari petani selama ini hanya dihargai Rp 7.000 hingga Rp 9.000 oleh tengkulak. Dengan adanya program ini, para tengkulak banyak yang berteriak hingga nantinya terjadi perubahan harga.
“Di kampung saya Purbalingga, hari ini sudah ada informasi masuk cabai dijual oleh petani Rp 25 ribu per kg,” jelas Rohmat Budiono, seorang petani cabai asal Purbalingga.
Pun demikian dengan Ridwan (40), seorang petani cabai dari Kabupaten Demak. Menurutnya, program ASN membeli cabai dari petani ini merupakan jawaban yan ditunggu-tunggu para petani.
Ia juga mengakui, program ASN membeli cabai dari petani ini lanjut Ridwan dirasa sangat membantu petani. Dengan harga Rp 18 ribu per kg, para petani sudah bisa mendapatkan keuntungan.
“Semestinya tidak hanya pada saat darurat saja, namun ke depan kami juga ingin terprogram bagus agar para petani cagai serta konsumen,” ujarnya.