REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengingatkan merazia dan merampas buku tanpa melalui proses peradilan melanggar putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2010.
"Itu menentang putusan MK, jelas itu. MK sudah melarang pelarangan pada buku, terus apa landasan orang-orang yang melakukan sweeping pada buku? Harusnya tidak ada," ujar Choirul Anam di Jakarta, Rabu (16/1).
Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2010 mencabut Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum. Choirul Anam menegaskan putusan MK sebagai institusi hukum paling tinggi di Tanah Air tersebut mengatakan tidak boleh ada pelarangan buku.
Dasar putusan tidak bolehnya pelarangan buku oleh MK karena buku dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan, kata Anam, bukan barang politik.
"Tidak ada legitimasi apapun yang dimiliki tentara untuk melakukan sweeping buku. Kalau harus ada tindakan seperti itu diuji dong di pengadilan. Masa dulu masih diuji di pengadilan sekarang tidak," tutur Anam.
Ia menyebut Indonesia masih dalam proses membangun demokrasi, sayangnya masih ada kerikil-kerikil tajam yang melampaui batas dan kewenangan dan melawan putusan MK.
Pada 27 Desember 2018, sekitar 160 buku dengan berbagai judul yang diduga mengandung ajaran komunis diamankan petugas gabungan dari Kodim 0809 Kediri, Polres Kediri, hingga Kesbangpol Kabupaten Kediri.
Dandim 0809 Kediri Letkol Kav Dwi Agung Sutrisno mengatakan ajaran komunisme di Indonesia dilarang. Hal itu sesuai dengan Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia, bahwa PKI merupakan organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI, sehingga dalam penanganan berpedoman pada UU yang berlaku demi penegakan hukum.
Dandim juga mengatakan sejauh ini belum diketahui ada toko lainnya yang menjual buku-buku yang diduga mengandung ajaran komunisme. Ia akan mengamankan secepatnya apabila ditemukan.