REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Palang Merah Indonesia (PMI) Jawa Barat (Jabar), masih kekurangan cukup banyak alat penyimpan darah. Sehingga, PMI tak bisa menyimpan darah dalam waktu lama dan pada waktu tertentu sering kekurangan stok darah.
"Minimal alatnya ada 27 kabupaten/kota ditambah satu dan di PMI Jabar juga ditambah jadi kebutuhannya 30 unit. Sehingga kami bisa menghimpun darah lebih lama, kalau lama-lama darah ga disimpan di alat kan bisa jadi marus," ujar Ketua PMI Jabar, Adang Rochjana di acara Musyawarah Kerja Provinsi PMI dengan tema Penguatan Kelembagaan dalam Meningkatkan Pelayanan Kepalang Merahan, di Kantor PMI Jabar, Kamis (17/1).
Menurut Adang, harga alat penyimpanan darah tersebut per unitnya sebesar Rp 1,3 miliar. Berarti, kalau kebutuhannya 30 unit maka anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 30 miliar lebih.
"Dulu kami pernah mengajukan anggaran untuk alat itu. Tapi terbentur anggaran PON 2016 jadi belum disetujui. Kami mengajukan Rp 36 miliar dulu," katanya.
Saat ini, kata Adang, PMI di kabupaten/kota ada sebagian yang sudah mempunyai alat penyimpanan darah hasil usaha swadaya dan bantuan pemerintah kabupaten/kota. Namun, walaupun alat tersebut sudah ada, kalau ingn meningkatkan daya tampung darah maka alatnya harus ditambah.
"Saya mengusulkan pada Gubernur agar pengadaan alat ini tercukupi dengan anggaran Pemda (Pemerintah Daerah)," katanya.
Adang mengatakan, alat penyimpan darah tersebut sangat dibutuhkan. Karena, saat ini alat yang ada hanya bisa menampung 400 ribu labu darah dalam setahun. Padahal, kebutuhan darah sekitar dua persen dari jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Kebutuhan darah se-Jabar, sekitar 900 ribu labu per tahun.
"Ini sesuai dengan ketentuan WHO. Kalau sekarang kan kejar-kejaran stok darah dengan kebutuhan. Tapi Alhamdulillah, masih bisa tercukupi walaupun akan bisa lebih safe kalau ada alat-alat itu," paparnya.
Adang menilai, kalau alat tersebut sudah ada, nantinya PMI Jabar bisa bekerja sama dengan Kapolda maupun Pangdam agar mengerahkan anggotanya berdonor darah. Sebab biasanya kedua institusi tersebut selalu siap berdonor darah.
"Sebelum lebaran, kalau ada alat penyimpanan darah kan kita bisa menyetok. Jadi, stok akan ada terus nggak akan kosong," katanya.
Adang berharap, Ridwan Kamil, sebagai Gubernur Jabar saat ini bisa, mencukupi kebutuhan perangkat atau alat penyimpanan darah tersebut. PMI Jabar, tahun ini sudah mengajukan anggaran sebesar Rp 5,8 miliar tapi hanya untuk operasional.
"PMI Jabar kan tidak hanya bekerja internal untuk provinsi tapi kita bicara seluruh kabupaten/kota. Misalnya kalau terjadi bencana," katanya.
Sementara menurut Asisten Daerah (Asda) Bidang Pemerintahan Hukum dan Kesejahteraan Sosial, Daud Ahmad, sudah jelas tugas PMI merupakan tugas sosial. Pemprov Jabar berharap, PMI bisa menjadi organisasi kemanusiaan yang betul-betul eksis di Jawa Barat ini. Apalagi, Jabar masuk ke dalam salah satu daerah yang rawan bencana.
"Artinya peran PMI harus atau betul-betul sangat diharapkan oleh pemerintah daerah untuk bisa eksis sesuai dengan tupoksinya," katanya.
Pemerintah daerah, kata dia, tentunya mendorong PMI dari segi anggaran. Kemudian fasilitas termasuk gedung ini, dibantu oleh Pemda. Begitu juga, dengan kendaraan dan sebagainya sebagai bentuk bantuan yang bisa diberikan oleh pemerintah daerah.
"Gubernur juga mungkin ke depan atau mungkin berharap PMI proaktif apa yang menjadi visi misi Gubernur dari misi-misi kebutuhan daerah apa yang bisa diisi oleh PMI. Itu kita berharap seperti itu Jadi ada Sinergi antara PMI dengan Pemprov Jabar," ujarnya.