Selasa 22 Jan 2019 19:00 WIB

Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Izin Senjata Api

Maladministrasi ditemukan pada tahap permohonan izin baru atau perpanjangan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Senjata api/ilustrasi
Senjata api/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ombudsman RI menemukan beberapa potensi maladministrasi dalam proses perizinan senjata api non organik untuk kepentingan bela diri bagi masyarakat sipil. Hal ini terungkap dari hasil Kajian Systemic Review yang dilakukan Ombudsman terkait penyelenggaraan perizinan, pengawasan dan pengendalian senjata api non organik untuk kepentingan bela diri bagi masyarakat sipil.

Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala menjelaskan Polri memegang peranan penting  dalam fungsi pengawasan, pengendalian dan penyelenggaraan perizinan senjata api. “Fungsi Polri memberikan perizinan senjata api bagi masyarakat sipil merupakan salah satu bentuk  pelayanan publik yang erat kaitannya dengan aspek administrasi,” terang Adrianus, Selasa (22/1).

Kajian yang dilakukan mulai Mei 2018 hingga Januari 2019 ini bertujuan untuk mengetahui proses  perizinan, pengawasan dan pengendalian senjata api serta memberikan masukan guna perbaikan pelayanan publik. Selain itu juga untuk menemukan solusi terbaik dalam penyelenggaraan proses izin dan pengawasan atas kepemilikan senjata api.

Selain itu, sambung dia,  juga diharapkan dapat ditemukan faktor-faktor yang mendukung keberhasilan penyelenggaraan izin dan pengawasan kepemilikan

senjata api. Adrianus memaparkan potensi maladministrasi ditemukan pada tahap permohonan izin baru atau perpanjangan, hal ini dikarenakan sistem pembayaran tidak dilakukan melalui bank namun langsung kepada petugas di loket.

“Selain itu Perkap Nomor 18 Tahun 2015 belum mengatur  secara jelas mengenai jangka waktu layanan,” ujarnya.

Potensi maladministrasi berikutnya adalah dalam proses perpanjangan izin yakni tidak dilakukan kembali tes menembak, tes kesehatan dan tes psikologi seperti saat perizinan awal. Selain itu, tidak semua Polda memiliki gudang untuk penyimpanan senjata sebagai bentuk tindakan pengendalian senjata api yang telah habis masa berlakunya.

Atas temuan tersebut, Ombudsman memberikan opsi perubahan, yakni kepada Kapolri untuk  melakukan revisi Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 khususnya mengenai komponen standar layanan agar menyesuaikan dengan Pasal 21 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009  tentang Pelayanan Publik. Opsi perubahan lainnya mengenai jangka waktu penarikan senjata yang telah habis masa berlakunya.

Mengenai perpanjangan izin senjata api perlu dilakukan kembali tes kesehatan, tes psikologi dan tes menembak. Selanjutnya, perlu dilakukan pengaturan  mengenai mekanisme pembayaran biayapermohonan izin senjata api bagi masyarakat sipil.

“Kepada Menkopolhukam dan DPR agar dilakukan finalisasi mengenai draf Rancangan Undang –Undang tentang Senjata Api. Mengingat Peraturan Perundang-Undangan tentang Senjata api cukup usang dan perlu pembaharuan,” kata Adrianus.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement