REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan mengkaji aspek hukum dalam memenuhi putusan Mahkamah Agung (MA) terkait penghentian swastanisasi air. Ia mengatakan, kajian dilakukan untuk menghindari adanya potensi tuntutan hukum karena kebijakan itu kerja sama dengan pihak swasta.
"Sehingga ketika kita memutuskan sebuah langkah itu tidak memiliki konsekuensi legal yang merugikan rakyat Jakarta. Jangan sampai langkah hukum yang kita lakukan nanti ujungnya malah merugikan rakyat," ujar Anies di Jakarta Timur, Selasa (22/1).
Untuk itu, menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah melakukan kajian lengkap untuk membuat kebijakan tentang swastanisasi air. Ia mengatakan, pihaknya masih mengkaji secara teliti isi perjanjian antara PD PAM Jaya dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta.
"Itu yang sekarang sedang di-review lengkap sehingga kita bisa nanti melaksanakan keputusan ini tanpa ada konsekuensi negatif," kata Anies.
Gubernur DKI Jakarta didesak Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta. Hal itu berdasarkan surat putusan MA nomor 31 K/Pdt/2017 tertanggal 10 April 2017.
"Dalam putusan tersebut, Gubernur DKI Jakarta dan enam tergugat lainnya dihukum untuk mengembalikan pengelolaan air di Jakarta kembali ke negara dan melakukan pengelolaan air sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia," kata pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora.
Ia menjelaskan, Anies kemudian membentuk Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum (TETKAM) DKI Jakarta melalui Keputusan Gubernur Nomor 1149 tahun 2018 yang ditandatangani 10 Agustus lalu. Tim tersebut bertugas mengevaluasi kebijakan tata kelola air minum yang perlu disesuaikan dengan putusan MA nomor 31K/Pdt/2017.
Tim evaluasi itu mulai bekerja dari Agustus 2018 hingga 10 Februari 2019. Akan tetapi, beberapa hari menjelang masa kerja selesai, Nelson menilai tak ada perkembangan yang signifikan dari TETKAM soal restrukturisasi kontrak swastanisasi air di Jakarta tersebut.