REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah memerintahkan stafnya untuk mengatur pertemuan kedua dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kantor Berita Korea menyatakan, Kim telah menerima surat dari Trump melalui seorang utusannya, Kim Yong Chol yang pekan lalu berada di Washington.
Dalam suratnya, Trump menulisan bahwa dirinya dan pemimpin Korea Utara akan bertemu pada akhir Februari 2019. Adapun Kim menyampaikan sanjungan karena Presiden Trump mempunyai itikad baik untuk kembali bertemu.
Meski tempat pertemuan belum dirilis, sejumlah pengamat memprediksi kedua pemimpin negara tersebut akan bertemu di Vietnam. Selain itu, Kim juga telah memerintahkan stafnya agar membuat persiapan teknis pertemuan dengan baik.
"Kami akan menunggu dengan itikad baik bersama-sama dengan AS, maju selangkah demi selangkah menuju tujuan yang ingin dicapai oleh kedua negara," ujar Trump dilansir Associated Press, Kamis (24/1).
Negosiasi nuklir kedua negara terhenti sejak pertemuan Kim dan Trump di Singapura pada Juni 2018 lalu. Adapun kedatangan utusan Kim ke Washington menandai tanda-tanda upaya denuklirisasi yang sebelumnya mandek.
Pertemuan kedua antara Kim dan Trump diperkirakan akan menjadi titik balik untuk meletakkan pondasi bagi perdamaian abadi di Semenanjung Korea. Selain itu, Kim juga ingin meningkatkan hubungan dengan AS terutama untuk menghidupkan kembali perekonomian negaranya.
Sejauh ini, Kim telah menangguhkan uji coba nuklir dan rudal, serta membongkar situs uji coba nuklir di Korea Utara. Selain itu, dia juga mengambil langkah-langkah perdamaian seperti melepaskan tahanan Amerika. Di sisi lain, Korea Utara meminta agar AS membuat langkah-langkah timbal balik.
Akan tetapi, dalam sebuah rekaman satelit menunjukkan bahwa Korea Utara masih menjalankan kompleks nuklir utamanya. Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang komitmen Korea Utara untuk denuklirisasi.
Sementara itu, pejabat AS meminta Korea Utara mengambil langkah yang lebih signifikan terkait program senjata nuklir tersebut. Namun Korea Utara menolak, karena hal itu sama saja dengan memberikan koordinat bagi serangan militer AS terhadap fasilitas nuklirnya.
Baca: Siti Aisyah Menang Banding di Malaysia