Jumat 25 Jan 2019 09:38 WIB

Buku Era Peradaban Baru Dibedah di Mukerwil Hidayatullah

Peradaban Islam adalah peradaban ilmu.

Suasana bedah buku
Foto: Dok BMH
Suasana bedah buku

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI --  Peradaban Islam merupakan peradaban yang komprehensif. Tidak sebatas dunia materi, tetapi juga ruhiyah, yang ketika berpadu melahirkan suatu peradaban yang komprehensif.

“Peradaban Islam itu perkawinan antara pandangan-pandangan metafisika yang sifanya ruhiyah dengan pandangan mengenai kemajuan fisik. Jadi kemajuan fisik dengan kemajuan ruhiyah ini dipadukan sedemikian rupa sehingga lahirlah apa yang disebut dengan Islamic civilization. Maka di dalam Islam, menjadi sempurna, komprehensif, yang disebut dengan kemajuan peradaban itu,” terang Tiar Anwar Bahtiar dalam paparannya saat menjadi pembanding dalam bedah buku Era Peradaban Baru di Islamic Center Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (19/1). Bedah buku tersebut diadakan pada rangkaian Rapat Kerja Wilayah DPW Hidayatullah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek).

Menjelaskan lebih lanjut hal tersebut, pembanding berikutnya, Ketua DDII Bekasi, Ustadz Ahmad Salimin Dani menegaskan bahwa jika ingin peradaban Islam tegak, umat Islam mesti membangun masjid. "Masjid adalah pusat peradaban Islam. Ketika tiba di Quba, yang pertama dibangun oleh Nabi adalah masjid. Begitu pula kala tiba di Madinah, masjid menjadi program pertama dan utama yang Nabi bangun untuk membangun manusia yang beradab dan berakhlak mulia," urainya dalam rilis Hidayatullah yang diterima Republika.co.id, Senin (21/1).

Pembanding selanjutnya, Rektor UNISMA Bekasi, Dr  Nandang Najmulmunir mendorong agar umat memahai makna iqra dengan sebaik-baiknya. "Peradaban Islam adalah peradaban ilmu. Di dalam buku Era Peradaban Baru   hal ini menjadi bahasan utama. Oleh karena itu, penting bagi kita membaca atau iqra dalam arti yang sebenarnya, mencari makna dan menerapkannya di dalam kehidupan. Jadi, jangan puas hanya membaca Alquran, tanpa pernah benar-benar berusaha menggali makna dengan sebaik-baiknya," ulasnya.

Pada sesi awal, penulis buku Era Peradaban Baru, Dr  Abdul Mannan menegaskan,   membangun peradaban dibutuhkan usaha nyata dalam membangun tradisi ilmu yang dilanjutkan dengan komitmen untuk memulai.

"Membangun peradaban berarti harus membangun tradisi ilmu yang dilanjutkan dengan  komitmen mengamalkan atau memanivestasikan iman di dalam hati ke dalam kehidupan nyata. Maka, kunci tegaknya peradaban Islam sebenarnya jelas, yakni ibda' binafsih (mulai dari diri sendiri) kemudian dilanjutkan keluarga, kemudian masyarakat," pungkasnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement