REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Sebanyak 67 perusahaan finansial teknologi (fintech) yang sudah tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal masuk laboratorium uji regulatory sandbox pada Februari 2019. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan rekomendasi kelayakan mendapatkan izin.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida di Palembang, Sumatera Selatan, mengatakan proses ini merupakan tahapan kedua dari perusahaan fintech untuk mendapatkan izin sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 yang dikeluarkan pada 16 Agustus 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. "Setelah mencatatkan diri ke OJK, maka tahapan berikutnya akan dilakukan penelaahan dan pendalaman di regulatory sandbox," kata dia, Senin (28/1).
Nurhaida yang hadir dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Daerah yang diselenggarakan OJK Regional 7 Sumatera Bagian Selatan, mengatakan dalam regulatory sandbox itu akan dilakukan pengelompokan sesuai dengan bidang usahanya. Sementara ini, OJK telah mengelompokkan fintech dalam tujuh kluster.
Melalui pengelompokkan ini, akan ditelaah lebih dalam apakah perusahaan fintech tersebut layak diberikan izin. Telaah yang dilakukan terkait model bisnisnya, tingkat kepatuhannya, dan lainnya. OJK akan mengandeng instansi pengawas dari masing-masing institusi seperti perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank yang akan melahirkan rekomendasi yakni layak, belum layak (pembinaan), tidak layak. OJK memperkirakan proses ini akan berlangsung selama satu tahun, atau secepat-cepatnya pada Desember 2019.
"Namun ada aturan tambahan, sesuai POJK 02/2018 itu, fintech yang sudah masuk regulatory sandbox ini akan diberikan waktu enam bulan lagi jika dinilai belum layak, atau bakal ada pembinaan terlebih dahulu," kata dia.
Selain mengatur tentang pendaftaran, POJK tersebut juga menekankan pentingnya tiga aspek yakni tata kelola, transparansi, perlindungan konsumen, yang harus dipenuhi perusahaan fintech untuk mendapatkan izin. Salah satu yang menjadi keharusan yakni perusahaan fintech harus memiliki prosedur penyelesaian masalah dengan nasabah jika terjadi persoalan.
Hal ini sangat penting karena Industri Keuangan Digital di Tanah Air semakin pesat perkembangannya dengan ditandai fakta bahwa bukan hanya merambah bisnis peer to peer lending tetapi juga sudah menjajal equity crowd funding. Oleh karena itu, penyelenggara IKD juga diwajibkan menyediakan pusat layanan konsumen berbasis teknologi, menerapkan program antipencucian uang, dan pencegahan pendanaan terorisme.