REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan proyek pembangunan sistem transportasi antarmoda Jabodetabek terintegrasi harus selesai dalam waktu 10 tahun atau pada 2029. Pembangunan ini dengan menggunakan pembiayaan dari APBN, APBD maupun pihak swasta sebesar Rp 600 triliun.
"Itu anggaran keseluruhan yang bisa dilaksanakan dalam bentuk APBN, bisa dalam bentuk APBD, bisa dalam bentuk investasi swasta. Itu untuk 10 tahun, harus selesai 10 tahun," kata Wapres Jusuf Kalla usai memimpin rapat koordinasi tentang rencana integrasi sistem transportasi antarmode se-Jabodetabek di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (28/1).
Konsep pengintegrasian sistem transportasi Jabodetabek dimulai dengan pembuatan rencana tata ruang wilayah (RTRW) oleh masing-masing pemda terkait. Selain itu, realisasi pengintegrasian tersebut baru bisa dilakukan apabila moda transportasi publik berbasis rel, yakni "mass rapid transit" dan "light rail transit", selesai dan bisa diterapkan.
"Tapi harus diselesaikan juga RTRW-nya masing-masing daerah sehingga ada sinkronisasinya, bisa satu," jelas JK.
Dalam waktu dekat, ia meminta para menteri, kepala lembaga dan kepala daerah terkait untuk menyampaikan laporan terkait perkembangan RTRW tersebut. Selain untuk mengintegrasikan sistem transportasi antarmoda se-Jabodetabek, ia juga meminta jajarannya untuk menata ulang kembali perencanaan wilayah DKI Jakarta dan kota-kota penyangga.
Rencana tata permukiman di Jabodetabek perlu diatur ulang mengingat adanya peningkatan penduduk setiap tahun, yang berakibat pada konsentrasi perekonomian di kota-kota tertentu saja.
"Bukan hanya transportasinya harus diselesaikan, melainkan rencana tata kota, seperti permukiman, daerah yang harus dikembangkan, dan juga hubungannya dengan kota-kota lain supaya terkonsentrasi masing-masing," jelas JK.
Dengan adanya sistem integrasi tersebut diharapkan masyarakat pengguna angkutan umum di Jabodetabek akan lebih banyak dibandingkan pengguna kendaraan pribadi. Sebelum memulai rapat koordinasi, JK melakukan peninjauan jalanan dan kemacetan Jabodetabek lewat pantauan udara, bersama dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
Rapat koordinasi tersebut juga dihadiri oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, serta Menteri BUMN Rini Soemarno. Hadir pula Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Banten Wahidin Halim, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan Pemprov DKI Jakarta akan memainkan peran lebih banyak daripada lima daerah lain dalam hal penerapan rencana induk transportasi (RIT) Jabodetabek. Koordinasi antardaerah dalam pengintegrasian sistem transportasi antarmoda Jabodetabek itu nantinya akan diatur dalam badan otorita khusus di bawah koordinasi gubernur DKI Jakarta.
"Nanti kita lihat urgensi dari (badan) otorita sesungguhnya apa, tapi secara filosofi Pak Presiden mengarahkan DKI lebih 'lead' (memimpin) supaya kami bisa mengatur tempat-tempat yang lain. DKI 'lead' kota ini untuk dilakukan," kata Budi Karya.
DKI Jakarta dianggap sebagai daerah yang memiliki sumber daya paling banyak dibandingkan daerah-daerah penyangga lainnya, yaitu Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Karena Pemprov DKI memiliki potensi yaitu kemampuan APBD yang paling besar.
Untuk menjalankan konsep sistem transportasi terintegrasi tersebut, Budi Karya menjelaskan Pemerintah akan mempelajari lebih lanjut isi dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang RIT Jabodetabek Tahun 2018-2029, guna mengetahui titik sambung dari integrasi moda transportasi yang sudah ada.
Menurun
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam kesempatan yang sama, mengatakan bahwa saat ini pengguna angkutan umum mengalami penurunan dari 49 persen menjadi 19 persen. Ia akan mengusulkan pembangunan infrastruktur masif di DKI akan dilakukan secara cepat dan dikerjakan secara bersamaan.
“Alhamdulilah itu usulan kita dan diterima. Dengan cara begitu 10 tahun akan beres,” kata Anies.
Hal itu berbeda dengan kondisi pembangunan saat ini, dimana pembangunan dilakukan dengan cara fase-fase. Ketika pelaksanaan ini dilakukan, maka ketika pada fase paling akhir, harga pembangunannya pun bisa jadi lebih mahal.
Dalam rapat tersebut, disampaikannya ada sebanyak dua pendekatan pembangunan transportasi. Pendekatan pertama adalah pembangunan secara bertahap. Pendekatan kedua, adalah pembangunan secara bersamaan.
Pada pendekatan pertama, Anies menjelaskan, proses penyelesaiannya akan memakan waktu lebih lama, yaitu bisa sampai 30 tahun hingga 40 tahun. Namun, dana yang dibutuhkan akan lebih sedikit.
Sementara pada pendekatan kedua, waktu penyelesaiannya relatif lebih singkat, yaitu selama 10 tahun. “Kalau mau panjang bisa 30 tahun sampai 40 tahun baru selesai. Ini kita bicara mengenai pembangunan infrastruktur di Jakarta,” jelas dia.