REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Rumah pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido didatangi sejumlah agen dari unit polisi khusus pada Kamis (31/1). Hal tersebut dianggap merupakan tekanan yang diberikan Presiden Venezuela Nicolas Maduro terhadap dirinya.

Saat mendatangi kediamannya, agen-agen polisi meminta istri Guaido dan bayinya yang masih berumur 20 bulan keluar. Peristiwa itu terjadi saat Guaido sedang tak berada di rumah karena tengah menghadiri sebuah acara.

Belum diketahui apa motif di balik kedatangan agen-agen polisi ke kediaman Guaido. Namun, dia mengecam hal tersebut.

"Saya akan menganggap diri Anda (Maduro) bertanggung jawab atas segala ancaman terhadap bayi saya," ujar Guaido.

Guaido diketahui telah memproklamirkan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela. Hal itu dia lakukan setelah ratusan ribu warga di sana menggelar demonstrasi menuntut Maduro mundur dari jabatannya.

Namun, Maduro menolak mundur. Dia justru menuding pihak oposisi tengah berupaya melakukan kudeta terhadap pemerintahannya.

Amerika Serikat (AS), Israel, dan Australia telah menyatakan dukungannya untuk kepemimpinan Guaido atas Venezuela. Sementara Cina, Rusia, dan Turki membela pemerintahan Maduro.

Mulai masuknya campur tangan asing dalam krisis politik Venezuela telah membuat Uni Eropa bersama beberapa negara Amerika Selatan berusaha membentuk kelompok penghubung. Tujuannya agar krisis di sana dapat diselesaikan secara demokratis melalui penyelenggaraan pemilu baru.

Jika dalam 90 hari tak ada kemajuan yang dicapai, Uni Eropa siap menjatuhkan sanksi terhadap pemerintahan Maduro. "Kami telah menargetkan sanksi di tempat, sanksi mungkin dipertimbangkan oleh para menteri," kata kepala kebijakan luar negeei Uni Eropa Federica Mogherini.

Baca: UNHCR: 5.000 Orang Tinggalkan Venezuela Setiap Hari

Ikuti Whatsapp Channel Republika