REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP). KPK memiliki bukti permulaan yang cukup terhadap politikus PDIP itu telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara pemberian IUP kepada tiga perusahaan.
Yaitu, PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia, dan PT Aries Iron Mining di Kotawaringin Timur periode 2010-2015. "Berdasarkan bukti permulaan yang cukup KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian izin usaha pertambangan terhadap tiga perusahaan di lingkungan Kabupaten Kotawaringin Timur. Terkait hal tersebut, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan SH (Supian Hadi), Bupati Kotawaringin Timur sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/2).
Diduga atas perbuatan Supian, keuangan negara merugi hingga Rp 5,8 triliun dan 711 ribu dollar AS. Kerugian negara tersebut dihitung berdasarkan eksplorasi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA (Fajar Mentaya Abadi), PT BI (Billy Indonesia) dan PT AIM (Aries Iron Mining).
Selain itu, Supian sendiri diduga telah menerima sejumlah barang mewah dan uang tunai. Supian setidaknya menerima mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp 710 juta dan mobil Hummer H3 senilai Rp 1,35 miliar.
"Selain itu, uang sebesar Rp 500 juta yang diduga diterima melalui pihak lain," terang Syarif.
Syarif menuturkan, setelah dilantik sebagai Bupati Kotawaringin Timur, Supian mengangkat teman-teman dekat yang juga tim suksesnya sebagai Direktur dan Direktur Utama pada PT Fajar Mentaya Abadi dan mendapat jatah saham masing-masing sebesar 5 persen. Kemudian, pada Maret 2011, Supian menerbitkan Surat Keputusan IUP Operasi Produksi seluas 1.671 hektar kepada PT Fajar Mentaya Abadi yang berada di kawasan hutan.
Padahal, Supian mengetahui PT Fajar Mentaya Abadi belum mengantongi sejumlah izin, seperti izin lingkungan atau Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan perizinan lainnya. "Sejak November 2011, PT FMA (Fajar Mentaya Abadi) telah melakukan kegiatan operasi produksi pertambangan bauksit dan melakukan ekspor ke China," katanya.
Syarif melanjutkan, pada akhir November 2011, Gubernur Kalimantan Tengah mengirimkan surat kepada Supian untuk menghentikan seluruh kegiatan usaha pertambangan PT Fajar Mentaya Abadi. Namun, PT Fajar Mentaya Abadi tetap melakukan kegiatan pertambangan hingga 2014.
"Akibat perbuatan SH memberikan IUP atas nama PT FMA (Fajar Mentaya Abadi) tidak sesuai ketentuan, menurut ahli pertambangan diduga menimbulkan kerugian negara yang dihitung dari nilai hasil produksi yang diperoleh secara melawan hukum, kerusakan lingkungan hidup dan kerugian kehutanan," kata Syarif.
Terkait PT Billy Indonesia, kata Syarif, Supian mengabulkan permohonan PT Billy Indonesia pada 2010 dengan memberikan SK IUP Eksplorasi kepada PT Billy Indonesia tanpa melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Tak hanya itu, PT Billy tidak memiliki Kuasa Pertambangan sebelumnya.
Selain itu, Supian juga memberikan SK IUP tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Billy Indonesia meski tidak memiliki AMDAL. Berdasar izin yang diberikan Supian, PT Billy Indonesia melakukan ekspor bauksit sejak Oktober 2013.
"Akibat perbuatan SH, PT BI telah melakukan kegiatan produksi yang menurut para ahli pertambangan diduga menimbulkan kerugian yang dihitung dari hasil produksi senilai setelah dikurangi royalti yang telah dibayarkan dan kerugian lingkungan," ujar Syarif.
Sedangkan PT Aries Iron Mining mendapat IUP Eksplorasi tanpa melalui proses lelang WIUP. Padahal PT Aries Iron Mining tidak memiliki Kuasa Pertambangan sebelumnya.
"Akibat perbuatan SH, PT AIM melakukan kegiatan eksplorasi yang merusak lingkungan dan akibatnya menimbulkan kerugian lingkungan," paparnya.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Supian disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.