REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melihat masih adanya gairah dari para pelaku industri untuk melakukan ekspansi serta investor baru yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini dinilai berkat kestabilan kondisi perekonomian dan politik di Tanah Air yang mendukung iklim investasi kondusif serta komitmen pemerintah memberikan kemudahan perizinan usaha.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, untuk outlook 2019, pihaknya optimistis investasi akan meningkat dibanding dengan tahun lalu. "Meskipun di kuartal terakhir kemarin, ada turbulence ekonomi dengan fluktuasi currency dan trade war. Tetapi sekarang terihat jelas bahwa optimisme sudah terbangun," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika, Rabu (6/2).
Beberapa investor di sektor strategis seperti industri petrokimia dan baja sudah mulai masuk lagi ke Indonesia. Misalnya, Lotte yang telah ground breaking dan akan selesai pada tahun 2022 untuk menambah satu juta ton produk plastik dan turunannya.
Selain itu, klaster industri baja di Cilegon sedang ditargetkan mampu produksi sebanyak 10 juta ton pada tahun 2025. Ini tidak terlepas adanya kolaborasi antara PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. dengan sejumlah produsen baja skala global seperti Posco, Nippon Steel, Osaka Steel, dan Sango Corporation.
Melalui peningkatan investasi dan ekspansi tersebut, Airlangga mengatakan, terjadi pendalaman struktur di industri baja dan substitusi produk impor. Sebab, selama dua dekade, investasi petrokimia dan baja ini terhenti.
"Nah, sekarang mulai bergerak kembali. Selain kapasitas klaster Cilegon bertambah, di klaster Jawa Timur juga terjadi dari divestasi Freeport yang masuk bikin copper smelter," katanya.
Kemudian, Airlangga menambahkan, perusahaan-perusahaan smelter nikel di kawasan industri Sulawesi Tengah, sudah mampu ekspor senilai 5 miliar dolar AS dan mengalami kenaikan hingga 78 persen ke pasar Amerika Serikat. Inipun menunjukkan daya saing industri di Indonesia dinilai kompetitif di kancah global.
Pencapaian tersebut juga dinilai Airlangga menandakan bahwa minat ekspansi di sektor industri tidak hanya dari investor dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Ekspor perdana smarthome router ke Amerika Serikat yang dilakukan oleh PT Sat Nusapersada di Batam, juga mengindikasikan adanya gairah industri di Indonesia selain di Cina dan Vietnam.
Tahun ini, Airlangga mencatat, akan segera direalisasikan investasi dari sektor industri petrokimia, otomotif dan baja. Diharapkan, nantinya timbul bandwagon effect terhadap investor-investor lainnya Untuk itu, pemerintah turut memacu perjanjian kerja sama komprehensif dengan negara-negara potensial.
"Contohnya, mempercepat CEPA dengan Uni Eropa, yang akan mendorong industri otomotif Jerman untuk investasi lagi di Indonesia," ujarnya.
Airlangga meyakini, prospek industri tekstil, pakaian, dan alas kaki akan tumbuh positif pada tahun 2019. Sebab, ada beberapa perusahaan yang akan merelokasi atau memindah ordernya ke Indonesia seiring terjadi perang dagang Amerika dengan Cina.
Berdasarkan data yang dirilis BKPM, realisasi investasi industri manufaktur pada 2018 mencapai Rp 222,3 triliun. Industri makanan mencatatkan realisasi investasi terbesar pada penanaman modal dalam negeri (PMDN) senilai Rp 39,1 triliun. Selanjutnya, diikuti industri kimia dan farmasi dengan nilai investasi sebesar Rp 13,3 triliun.
Sedangkan, untuk penanaman modal asing (PMA), sektor industri pengolahan yang investasinya terbesar adalah industri logam dasar, barang logam bukan mesin, dan peralatannya senilai 2,2 miliar dolar AS. Selain itu, investasi industri kimia dan farmasi senilai 1,9 miliar dolar AS serta industri makanan sebesar 1,3 miliar dolar AS.
Kepercayaan dari para investor tersebut, disampaikan Airlangga, dapat menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan dan pilihan yang tepat untuk menjadi basis produksi manufaktur mereka. "Tujuannya baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun mengisi pasar ekspor," ucapnya.