Kamis 07 Feb 2019 22:19 WIB

Rusia Siap Jalin Perjanjian Nuklir Baru dengan AS

AS belum resmi mengirimkan proposal tentang perjanjian tersebut.

Rep: Kamran Dikarma/Lintar Satria/ Red: Dwi Murdaningsih
Torpedo Nuklir Rusia
Foto: The Guardian
Torpedo Nuklir Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia siap mempertimbangkan proposal Amerika Serikat (AS) untuk menjalin perjanjian nuklir baru. Perjanjian tersebut nantinya akan menggantikan Intermediate-range Nuclear Forces Treaty (INF).

Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov pada Kamis (7/2). Pernyataannya merupakan tanggapan dari usulan Presiden AS Donald Trump tentang kemungkinan dijalinnya perjanjian nuklir baru antara negaranya dengan Rusia dengan melibat beberapa negara lainnya.

"Kami tentu saja melihat referensi dalam pernyataan Presiden Trump tentang kemungkinan perjanjian baru yang dapat ditandatangani di ruangan yang indah dan bahwa perjanjian ini juga harus mencakup negara-negara lain sebagai pesertanya," kata Ryabkov.

Kala Rusia-AS Tangguhkan Perjanjian Nuklir

Menurutnya, AS belum resmi mengirimkan proposal tentang perjanjian tersebut. "Kami menantikan proposal ini dibuat konkret dan ditulis di kertas atau dengan cara lain," ujarnya.

Sebelumnya Trump mengatakan sedang mempertimbangkan pembuatan perjanjian nuklir baru dengan Rusia untuk menggantikan INF. "Mungkin kita bisa menegosiasikan perjanjian yang berbeda, menambahkan Cina dan yang lainnya," kata Trump.

Rusia dan AS sama-sama telah menagguhkan keterlibatannya dalam perjanjian INF. Hal itu terjadi karena AS menuding Rusia kerap melanggar perjanjian tersebut. Sementara Moskow kerap membantahnya.

INF ditandatangani AS dan Uni Soviet pada 1987. Perjanjian tersebut melarang kedua belah pihak memproduksi atau memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.

Mundurnya AS dari INF memicu kekhawatiran, terutama dari Eropa. Benua Biru telah menganggap INF sebagai fondasi keamanannya. Dengan hengkangnya AS, potensi terjadinya perlombaan senjata baru seperti era Perang Dingin terbuka lebar dan akan menempatkan Eropa dalam bahaya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement