Senin 11 Feb 2019 14:18 WIB

Kemenhub Tegaskan Belum Tetapkan Tarif Ojek Daring

Regulasi hanya mengatur indikator yang menentukan perhitungan tarif atas dan bawah.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/1/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan menegaskan bahwa hingga saat ini regulator belum menentukan tarif atas dan bawah untuk ojek dalam jaringan (ojek daring/online) apakah akan dinaikkan atau tidak.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiadi mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih belum menetapkan tarif atas dan bawah ojek daring. "Kami belum menentukan. Kalau para pengemudi tentu mintanya naik, tapi kita belum langsung putuskan, kita punya perhitungan khusus," ujar Budi kepada Republika.co.id, Senin (11/2).

Menurut Budi, saat ini regulasi hanya mengatur terkait indikator untuk menentukan rumusan perhitungan tarif atas dan bawah. Hal ini sedang dibahas secara seksama karena isu tarif ini merupakan hal yang sensitif untuk mitra pengemudi dan perusahaan serta konsumen di sisi lain.

Dia mengungkapkan, hal tersebut baru akan dibahas setelah uji publik. Karena regulator akan mengeluarkan dua aturan secara bersamaan, Peraturan menteri perhubungan (Permenhub) sekaligus peraturan tarif. "Pokoknya Februari ini sudah selesai, tanggal pastinya tergantung Kemenkumham," imbuhnya.

Baca juga, Aturan Ojek Daring Dinilai Hambat Industri Digital

Namun yang pasti, tarif ojek daring harus memperhitungkan kompetitor dari taksi daring dan biasa. Saat ini, tarif untuk taksi online berkisar di rentang Rp 3.500 hingga Rp 6.500 per kilometer.

Selama ini, aplikator Grab menerapkan tarif batas bawahnya sebesar Rp 1.200 per kilometer, adapun Go-Jek memberikan Rp 1.600 untuk mitra pengemudi. "Yang jelas adalah batas bawahnya harus di bawah taksi online. Karena kan tidak mungkin para pengemudi mau naik tinggi, tapi kalo tinggi kan ada kompetitor taksi online dan biasa, sedangkan sepeda motor kan beda," jelasnya.

Sementara itu pengamat industri digital dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan agar pemerintah harus tepat dalam menentukan aturan ojek daring ini karena terkait keberlangsungan industri. "Kalau (tarif) kemahalan, konsumen berpotensi berkurang, maka pengemudi akan ikut terdampak. Akhirnya berdampak juga terhadap kelangsungan industrinya," kata Heru, Senin (11/2).

Karena itu, kata dia, pemerintah sebaiknya juga harus memperhatikan kelangsungan industri digital sebagai tulang punggung (back bone) operasional ojek daring. 

Apalagi konsumen layanan ojek daring bukan cuma individu, melainkan juga UMKM dan e-commerce yang memanfaatkan jasa logistik lewat penyedia transportasi berbasis aplikasi tersebut. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement