REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Cianjur, Jawa Barat, diimbau untuk tetap netral dalam momentum Pemilu 2019. Sebab, mereka yang berpihak atau terlibat sebagai juru kampanye akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pakar Hukum Tata Negara, Dedi Mulyadi, mengatakan, meskipun pendamping PKH bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggaran yang diturunkan untuk membayar gajinya merupakan dari APBN untuk program kesejahteraan dan perekonomian warga. Sehingga perlu, adanya netralitas dari pendamping dalam program tersebut.
Pendamping yang tidak boleh digunakan secara politik karena sudah jelas anggaran digunakan dan bersumber dari negara. "Tujuan dari program tersebut sudah jelas, sehingga dalam pelaksanaannya tidak boleh dijadikan sebagai alat politik. Sekarang baru muncul indikasi adanya politisasi atau PKH sebagai alat politik," katanya.
Meskipun tudingan tersebut perlu pembuktian, ia mengatakan, jelas tidak dibenarkan pendamping PKH berpolitik praktis dengan menjadikan program tersebut sebagai alat politik.
Koordinator Kabupaten Pendamping PKH Cianjur, Ahmad Yandi, mengatakan selama ini, selalu mengingatkan pendamping PKH tetap bersikap netral dalam momentum politik terutama menjelang pemilu. Bahkan, mereka yang terbukti tidak netral akan diberikan sanksi sesuai aturan, mulai dari peringatan pertama, kedua, hingga pemberhentian dari jabat sebagai pendamping PKH.
"Sanksi tegas akan diterapkan bagi yang melanggar ketentuan tersebut. Pada momen pemilu atau pilkada kami selalu ingatkan agar tidak terlibat dalam politik prakstis dengan memanfaatkan jabatan sebagai pendamping," katanya.