Kamis 28 Feb 2019 07:06 WIB

Pendampingi PKH Diingatkan untuk Tetap Netral pada Pemilu

Pendamping PKH bukan PNS, tetapi anggaran kerjanya dibiayai APBN.

Red: Ratna Puspita
Perakitan Kotak Suara Semarang. Tenaga kontrak KPU Kabupaten Semarang merakit kotak suara karton kedap air, di grlanggang tennis indoor GOR Pandanaran, Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (20/2). Perakitan 16.119 kotak suara yabg melibatkan 12 orang tenaga kontrak ditargetkan rampung sepekan.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Perakitan Kotak Suara Semarang. Tenaga kontrak KPU Kabupaten Semarang merakit kotak suara karton kedap air, di grlanggang tennis indoor GOR Pandanaran, Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (20/2). Perakitan 16.119 kotak suara yabg melibatkan 12 orang tenaga kontrak ditargetkan rampung sepekan.

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Cianjur, Jawa Barat, diimbau untuk tetap netral dalam momentum Pemilu 2019. Sebab, mereka yang berpihak atau terlibat sebagai juru kampanye akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Pakar Hukum Tata Negara, Dedi Mulyadi, mengatakan, meskipun pendamping PKH bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggaran yang diturunkan untuk membayar gajinya merupakan dari APBN untuk program kesejahteraan dan perekonomian warga. Sehingga perlu, adanya netralitas dari pendamping dalam program tersebut.

Pendamping yang tidak boleh digunakan secara politik karena sudah jelas anggaran digunakan dan bersumber dari negara. "Tujuan dari program tersebut sudah jelas, sehingga dalam pelaksanaannya tidak boleh dijadikan sebagai alat politik. Sekarang baru muncul indikasi adanya politisasi atau PKH sebagai alat politik," katanya.

Meskipun tudingan tersebut perlu pembuktian, ia mengatakan, jelas tidak dibenarkan pendamping PKH berpolitik praktis dengan menjadikan program tersebut sebagai alat politik.