REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia mengenalnya dengan sebutan Dome of Sultaniyeh. Bangunan yang berdiri sejak awal abad keempat Masehi. Lokasinya di Provinsi Zanjan, Iran.
Di dalamnya terdapat makam seorang sultan Ilkhanid bernama Oljaytu. Dia adalah penguasa Mongol yang setelah mencoba berbagai agama, dia menjadi Muslim dan mengganti namanya menjadi Mohammed Khodabandeh.
Penguasa Mongol tersebut menurut sejarawan pernah berusaha untuk membawa sisa-sisa peninggalan Nabi Muhammad untuk dipindahkan ke Iran. Namun, dia menyerah untuk melakukan hal tersebut hingga meninggal dunia.
Soltaniyeh adalah salah satu contoh pencapaian arsitektur Persia luar biasa. Bangunan menjadi warisan budaya UNESCO. Bangunan segi delapan itu dimahkotai dengan kubah setinggi 50 meter yang ditutupi warna biru pirus dan dikelilingi oleh delapan menara. Ini adalah contoh paling awal dari kubah bercangkang ganda di Iran.
Dekorasi interior makam ini begitu indah. Para sarjana seperti AU Paus menggam barkan bangunan itu sebagai Taj Mahal kedua. Meski war na eksterior dan lantai telah memudar, tembok dan desain bangunan bersejarah ini tetap terlihat hidup, menampakkan keindahan perpaduan warna dan kemegahan yang tak lekang oleh waktu.
Ini merupakan makam penguasa kedelapan Ilkhanid yang tersisa dari kota kuno. Kini makam yang juga dikenal sebagai Kubah Soltaniyeh terlihat mendominasi permukiman pedesaan yang dikelilingi oleh padang rumput subur Soltaniyeh.
Nama lainnya adalah Mausoleum Oljaytu. Ini merupakan mata rantai penting dan monumen utama dalam pengembangan arsitektur Islam di Asia tengah dan barat. Di sini, Ilkhanids mengembangkan ide-ide yang makin maju selama Dinasti Seljuk Klasik (abad ke-11 hingga 13). Ke tika itu seni Iran menam pak kan ke khasannya yang sema kin mewarnai khazanah arsi tektur dan budaya Islam.
Seni bangunan ini mendapatkan tempat pada periode Timurid (akhir abad ke-14-15). Salah satu ciri khasnya adalah struktur kerang ganda kubah makam (kulit dalam dan kulit luar) dan bahan serta tema yang digunakan dalam dekorasi interiornya.
Kubah setinggi 50 meter merupakan yang terbesar dan pertama ada di wilayah tersebut. Ini menjadi referensi penting untuk pengembangan kubah Islam selanjutnya. Demikian pula, interior makam yang sangat mewah. Di dalamnya terdapat ubin berlapis kaca, bata, desain dalam bahan bertatah, plesteran, dan lukisan dinding, menggambarkan perkembangan bahan dan tema yang lebih rumit.
Dengan demikian, Mausoleum Oljaytu berbicara dengan fasih tentang periode Ilkhanid. Tandanya adalah inovasi dalam rekayasa struktural, proporsi spasial, bentuk arsitektur, pola, dan teknik dekoratif.
Penggalian yang dilakukan di Mausoleum Oljaytu seluas 790 hektare telah meng ungkapkan sisa-sisa kota tua itu. Sebagian besar properti ini telah mempertahankan karakter arkeologisnya. Sebagai ibu kota kuno dinasti Ilkhanid, Soltaniyeh mewakili kesaksian luar biasa tentang sejarah abad ke-13 dan ke-14 di Iran.