REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri membenarkan penangkapan terhadap aktivis dan akademisi Robertus Robert. Juru Bicara Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo pun memastikan, pengajar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tersebut sebagai tersangka ujaran kebencian dan penghinaan.
Sampai saat ini, kata Dedi, Robertus masih dalam pemeriksaan. Status penahanan terhadapnya, akan ditentukan secara subjektif oleh penyidik.
“Telah dilakukan penangkapan terhadap pelaku dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum yang ada di Indonesia,” kata Dedi dalam keterangan resmi Mabes Polri, Kamis (7/3).
Penguasa yang dimaksud tersebut, yakni institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Robertus diduga melakukan orasi dengan mengoarkan lagu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan gubahan lirik yang dianggap menghina. Orasi tersebut sebetulnya Robertus lakukan saat Aksi Kamisan pada Kamis 28 Februari lalu, di kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat.
Aksi Robertus tersebut, sebetulnya reaksi terkait penolakan Robertus tentang rencana pemerintah yang berencana mengembalikan Dwi Fungsi ABRI. Pada Kamis sekitar pukul 00.30 WIB, kepolisian mencokok Robertus.
Menurut Dedi, aksi Robertus menyanyikan lagu ABRI yang diplesetkan, dianggap penyidik melanggar Pasal 45 A ayat (2), juncto Pasal 28 ayat (2) UU ITE, dan Pasal 207 KUH Pidana. Robertus dianggap melakukan kebencian dan permusuhan terhadap penguasa.
“Saat ini yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan,” kata Dedi melanjutkan.
Menurut kuasa hukum Robertus, Erwin Natosmal Oemar, penangkapan tersebut tidak seharusnya terjadi. Lebih lanjut, Erwin menilai, kepolisian semestinya menemukan dan menangkap para pelaku hoaks yang telah memotong video, sehingga pernyataan Robertus Robert dikonsumsi publik secara parsial.
"Bukan malah menangkap dirinya dan (Robertus Robert) dituduh sebagai pelaku. Saudara Robert adalah korban dari orang-orang yang memotong orasinya secara sepenggal-penggal dan memprovokasi publik untuk menangkap informasi tidak secara utuh," ujar Erwin Natosmal Oemar saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/3).
Meskipun menghormati proses hukum yang berlangsung atas kliennya itu, Erwin menyayangkan proses itu terkesan dipaksakan. Sebab, tanpa ada pemberitahuan yang layak, pada Rabu (6/3) malam itu Robertus Robert didatangi sejumlah aparat untuk kemudian ditangkap. Selain itu, yang bersangkutan langsung diperiksa secara maraton.
"Harusnya, ada proses klarifikasi lebih dalam terhadap video yang beredar. Bahkan, jika (video) dilihat secara utuh, pernyataan Saudara Robert mengapresiasi reformasi TNI," kata Erwin.