REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Menurut sebuah wawancara yang diterbitkan Jumat (8/3) oleh surat kabar The National yang berbasis di Abu Dhabi, Presiden Irak, Barham Salih mengatakan, ISIS yang diadili di Irak dapat dijatuhi hukuman mati.
"Ada kasus-kasus tertentu di mana beberapa pejuang asing ini terlibat dalam kasus 'terorisme' di tanah Irak atau terhadap warga Irak. Di sini hukum Irak akan didahulukan," kata Salih, dilansir dari laman Aljazirah, Jumat (8/3).
Militan ISIS akan diadili sesuai dengan hukum Irak dan dapat dijatuhi hukuman mati jika terbukti bersalah membunuh warga Irak. Hukum Irak mengizinkan hukuman mati, dan pemerintah akan menegakkan hukum yang ada.
Pasukan Demokrat Suriah (SDF) yang didukung oleh Amerika Serikat menyerahkan 280 orang Irak, dan orang asing yang diduga anggota ISIS bulan lalu. Lebih banyak serah terima semacam itu diharapkan berdasarkan perjanjian untuk mentransfer sekitar 500 tahanan, yang ditahan oleh SDF.
Perdana Menteri Irak, Adel Abdul Mahdi mengatakan, Irak akan membantu memulangkan tahanan non-Irak ISIS ke negara asalnya, atau menuntut mereka yang diduga melakukan kejahatan terhadap Irak.
Adapun pernyataan Salih merupakan komentar publik pertama yang mengonfirmasi bahwa militan ISIS asing dapat menghadapi eksekusi di Irak. Pada saat itu ia berbicara di Forum Sulaimani di Sulaymaniyah, Irak utara. Namun, Salih tidak berharap harus berurusan dengan semua militan ISIS yang ditransfer dari Suriah.
SDF mengusir para militan ISIS keluar dari beberapa wilayah terakhir yang mereka pegang. Ini dilakukan setelah hampir lima tahun mereka menyapu Suriah timur, dan Irak utara dan memberlakukan aturan brutal sendiri, dengan menyatakan kekhalifahan Islam.
Pada Rabu, seorang komandan senior kelompok itu mengatakan, ratusan tentara ISIS telah menyerah dari bagian terakhir dari wilayah yang mereka kuasai, desa Baghouz, Suriah timur, di provinsi Deir Az Zor.
Salih mengungkapkan, Irak menghadapi banyak tantangan, termasuk pembangunan kembali setelah konflik dan sanksi selama beberapa dekade. Dia mengatakan, tidak banyak dari 30 miliar dolar AS yang dijanjikan pada konferensi Kuwait, untuk pemulihan telah dialokasikan.
Meski begitu, presiden Irak mengatakan dengan akhir dari ISIS, negara itu sudah matang untuk pembangunan, dan masyarakat internasional mengakui perlunya negara yang kuat, dan stabil. "Ada rasa optimisme baru tentang Irak, baik secara internal maupun internasional," katanya.