REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sumber yang sama disebutkan pula bahwa dalam menjalankan siasat dan taktik perang, Rasulullah tidak pernah mengarah pada hal-hal yang bersifat aniaya, penghancuran, ataupun agresi. Rasulullah hanya mengutamakan penerapan siasat defensif atau pertahanan dan pembelaan diri.
Secara singkat dikatakan bahwa kemampuan bersiasat Rasulullah SAW berpadu dengan kesempurnaan akhlaknya. Karena itu, beliau dikenal bijaksana dalam menyelesaikan berbagai perkara dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.
Dicontohkan dalam persiapan barisan pasukan menjelang Perang Badar, Rasulullah memukul perlahan perut seorang pemuda dengan tongkat kecil yang dibawanya, disebabkan pemuda tersebut keluar dari deretan barisan.
Sang pemuda lalu berkata dengan lantang, “Ya Rasulullah, engkau telah menyakiti perutku sedang kan Allah mengutusmu untuk menegakkan hak dan keadilan dan sekarang aku akan membalasnya.”
Tanpa berkata-kata, Rasulullah segera menyingkap pakaian hingga menampakkan perutnya, dan berkata, “Balaslah.” Pemuda itu segera memeluk perut Rasulullah hingga membuat Rasulullah bertanya keheranan tentang apa yang dilakukan pemuda tersebut. Sang pemuda menjawab, “Aku sangat ingin kulitku bersentuhan dengan kulitmu pada saat terakhir dari hayatku ini.”
Dalam banyak kisah peperangan lainnya, keagungan jiwa kepemim pinan Rasulullah tampak dalam cara beliau mengoordinasikan persiapan perang dengan para sahabatnya. Dalam kesempatan-kesempatan tersebut, Rasulullah memberi mereka ke sempatan untuk menyampaikan pendapat dan menggunakan pendapat tersebut jika dianggap membawa mashlahah bagi kubu kaum Muslimin.