REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ungkapan "Insya Allah" menjadi hal yang biasa didengar dalam pelbagai percakapan di Tanah Air. Seperti halnya ucapan "alhamdulillah", "subhanallah", atau "Allahu Akbar", semua kata-kata itu bersumber dari ajaran Islam.
Namun, bagaimana mulanya kaum Muslimin dianjurkan mengucapkan "Insya Allah"? Kisahnya bersumber dari sang manusia agung, Rasulullah Muhammad SAW.
Kejadiannya di Makkah, pada masa awal dakwah Islam. Kaum Quraisy amat membenci Islam dan Rasulullah SAW. Untuk itu, mereka bertekad mempermalukan beliau di depan umum.
Maka diutuslah dua orang yang terbilang cerdas, yakni an-Nadhar bin al-Harits dan Uqbah bin Abu Mu'aith. Keduanya dikirim kepada para pendeta Yahudi di Yastrib (kelak jadi Madinah).
"Bertanyalah kepada para pendeta itu tentang Muhammad. Sesungguhnya mereka ahli kitab-kitab terdahulu. Mereka pasti memiliki pengetahuan yang tidak kita miliki," kata pemuka Quraisy.
Singkat cerita, sampailah an-Nadhar dan Uqbah di Yastrib. Mereka diterima oleh beberapa pendeta Yahudi. Setelah menceritakan maksud kedatangannya, maka seorang pendeta berkata kepada mereka.
"Tanyakan kepada Muhammad tentang tiga hal ini. Jika dia bisa menjawab, maka dia memang benar-benar nabi yang diutus Allah. Namun, jika tidak bisa, maka orang itu hanyalah pendusta. Terserah kepada kalian (memperlakukan Nabi Muhammad SAW)," kata si pendeta.
"Apa saja itu," tanya an-Nadhar.
"Tanyakan kepadanya tentang beberapa pemuda yang pergi di masa lalu. Bagaimana keadaan mereka. Para pemuda itu punya kisah yang unik. Tanyakan kepada dia tentang seorang yang berkeliling sampai ke timur dan barat. Bagaimana ceritanya? Dan tanyakan kepadanya tentang ruh, apa hakikatnya?" jelas pendeta tadi.
An-Nadhar dan Uqbah mengucapkan terima kasih dan lantas pamit. Mereka pulang ke Makkah selekasnya.
Sesampainya di Makkah, keduanya melapor kepada para pemuka Quraisy. Setelah memahami maksud tantangan para pendeta itu, segera mereka menemui Rasulullah SAW.
"Ya Muhammad, ceritakan kepada kami tentang beberapa orang pemuda yang pergi di masa lalu, yang punya kisah unik, dan tentang seseorang yang berkeliling hingga mencapai timur dan barat, serta tentang ruh--apakah hakikat ruh?"
Mendengar itu, Rasulullah SAW berkata, "Aku akan menceritakan tentang apa-apa yang kalian tanyakan ini besok."
Maka orang-orang Quraisy itu pun bubar. Mereka tak sabar menantikan jawaban dari Nabi SAW.
Ternyata, sudah 15 hari lamanya Rasulullah SAW tidak jua didatangi Malaikat Jibril. Wahyu dari Allah belum diturunkan kepadanya sejak hari itu.
Orang-orang musyrikin Makkah pun bersorak gembira, "Lihatlah, Muhammad telah menjanjikan kepada kita waktu itu besok. Tapi sekarang sudah lewat berhari-hari. Dia tidak juga menceritakan apa yang telah kita tanyakan."
Tertangguhnya wahyu itu akhirnya usai dengan turunnya ayat-ayat dalam surah al-Kahfi yang menjawab pertanyaan mereka.
Tentang para pemuda, Allah SWT berfirman (artinya) "Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?" (QS al-Kahfi, ayat 9).
Tentang lelaki yang berkeliling hingga timur dan barat, itulah kisah Zularnain. Hal itu diisyaratkan dalam firman Allah SWT (artinya) "Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu. Maka diapun menempuh suatu jalan." (QS al-Kahf ayat 83-85).
Tentang ruh, Allah berfirman (artinya) "Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit" (QS al-Isra: 85).
Para ahli tafsir Alquran menjelaskan peristiwa ini. Turunnya surah al-Kahf ayat 23-24 seperti "menegur" Nabi SAW. Artinya, "Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok, kecuali (dengan menyebut), Insyaa Allah.'"
Memang, kala berjanji kepada orang-orang musyrik itu, Rasulullah SAW lupa dari menyebut "Insya Allah". Maka dari itu, turunlah firman Allah SWT itu, yakni surah al-Kahf tersebut.