Kamis 14 Mar 2019 20:17 WIB

'Datangi Hakimnya dan Dibom yang Gede Saja'

Jaksa KPK mempertanyakan maksud kata bom tersebut.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Terdakwa mantan Hakim Adhoc Tipikor Pengadilan Negeri Medan Merry Purba (tengah) mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan kasus dugaan suap penanganan perkara Tipikor di PN Medan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Terdakwa mantan Hakim Adhoc Tipikor Pengadilan Negeri Medan Merry Purba (tengah) mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan kasus dugaan suap penanganan perkara Tipikor di PN Medan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara suap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan untuk terdakwa mantan Hakim Tipikor Merry Purba. Kali ini, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi yakni Kepala Seksi Evaluasi Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agung, Suhenda.

Dalam persidangan terungkap, Suhenda diduga pernah menyarankan pengusaha Tamin Sukardi yang menjadi terdakwa dalam perkara korupsi, untuk menyuap hakim yang menangani perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan. Kepada Majelis Hakim, Suhenda mengakui  pernah berulang kali dihubungi oleh Tamin Sukardi yang sudah dia kenal lama, namun ia membantah bila memberi saran kepada Tamin Sukardi untuk memberi suap.

Baca Juga

Menurut Suhenda, Tamin Sukardi hanya meminta masukan mengenai perkara hukum yang sedang dihadapi Tamin. "Tempo hari dia (Tamin) kontak, dia bilang dia diperiksa Kejaksaan Agung. Tolong tengokin gue dong. Saya bilang, ya nanti lah kalau ada waktu. Tapi saya tidak pernah tengokin," kata Suhenda di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/3).

Bahkan, sambung Suhenda, jelang putusan hakim, Tamin semakin sering menghubungi dirinya untuk sekedar berkeluh kesah. Mendengar pernyataan Suhenda, JPU KPK Luki Dwi Nugroho langsung menanyakan isi percakapan Suhenda dan Tamin dalam rekaman sadapan yang dimiliki JPU KPK. Menurut JPU KPK dalam rekaman sadapan tersebut, Suhenda menyarankan agar Tamin "mengebom" hakim.

"Dalam BAP, anda katakan, 'Saya sarankan Tamin agar mendatangi hakimnya dan dibom yang gede saja'. Apa maksudnya ini?", tanya JPU KPK tersebut.

"Interpretasi saya, ngebom itu supaya cari pengacara yang tangguh saja. Itu supaya dia (Tamin) tenang saja, jangan gelisah," jawab Suhenda.

Mendengar jawaban Suhenda, JPU KPK tak langsung percaya dan meminta agar Suhenda  jujur dan mengulangi pertanyaan mengenai istilah bom tersebut. Karena menurut JPU KPK bantahan Suhenda tidak masuk akal. Terlebih, dalam BAP Suhenda mengakui menyarankan agar Tamin menyuap hakim.

"Dalam poin 6, saudara katakan, bila majelis hakim sudah terima uang dari Tamin, hakim tidak akan berani tidak akomodir keinginan Tamin. Supaya Tamin enggak tanggung-tanggung, bom saja sekalian," tanya JPU KPK Luki lagi. Namun, Suhenda tetap mempertahankan pernyatannya tersebut.

Tak puas dengan jawaban Suhenda, JPU KPK kembali menanyakan isi dari rekaman sadapan. Menurut JPU KPK, Suhenda pernah mengucapkan kata cincai kepada Tamin.

"Anda sarankan supaya Tamin cincai-cincai saja lah. Maksudnya ini cincai apa, cincai dengan siapa?," tanya JPU KPK Luki lagi.

Menjawab pertanyaan JPU KPK, Suhenda mengaku  tidak memiliki maksud khusus saat mengatakan hal itu kepada Tamin. "Maksudnya, ya kalau mau damai ya damai lah. Maksud saya supaya jangan ganggu saya terus, menelpon saya terus," jawa  Suhenda.

Mendengar jawaban pegawai MA itu, JPU KPK kembali meragukannya. JPU KPK menduga, istilah cincai itu memaksudkan agar Tamin melakukan negosiasi dengan pihak-pihak terkait di pengadilan.

Sebab, dalam rekaman sadapan, Suhenda juga memberi tahu nama ketua pengadilan kepada Tamin. Namun, Suhenda beralasan hanya menyampaikan perkataan itu agar Tamin tidak terus menerus menghubunginya. "Ya, supaya Beliau (Tamin) damai sama siapa lah gitu, karena dia banyak ganggu saya yang lagi kerja," kata Suhenda.

Dalam kasus ini, Merry Purba selaku hakim ad hoc didakwa menerima suap 150.000 dolar Singapura dari pengusaha Tamin Sukardi. Diduga pemberian uang tersebut diduga untuk memengaruhi putusan hakim dalam perkara korupsi yang sedang ditangani Merry dan anggota majelis hakim lainnya. Perkara tersebut yakni dugaan korupsi terkait pengalihan tanah negara atau milik PTPN II Tanjung Morawa di Pasar IV Desa Helvetia, di Deli Serdang, Sumatera Utara, dimana, Tamin Sukardi menjadi terdakwa.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement