REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai serangan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke partainya sekadar manuver memanfaatkan momen menjelang pemilu dengan tujuan meraup suara legislatif. Manuver PSI dinilai PDIP sah saja dilakukan.
"Dari PDIP kami tidak merasa ada terganggu, itu sah-sah saja dilakukan, namanya mau mendekati pemilu mau mengambil momen ya bagian-bagian dari strategi politik kan biar masyarakat yang menilai," kata Wakil Sekjen PDIP Eriko Sotarduga di Kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis (14/3).
Eriko menilai, sebagai partai politik wajar saja melakukan strategi politik tertentu. Apalagi, kata dia, berdasarkan berbagai survei, elektabilitas PSI masih di bawah ambang batas legislatif. Maka itu, menurut Eriko, wajar melihat PSI melakukan manuver mengkritik partai-partai lain.
"Kalau kami dari PDIP, ya sudahlah kita memahami ini kan bagian dari namanya, katakanlah ingin mengambil manfaat," ujar dia.
Menurut Eriko yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf ini, sikap PSI juga tak begitu berpengaruh pada citra koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf. Namun, Eriko menyatakan, sikap PSI yang 'mencuri' manfaat dalam momentum ini kurang tepat.
"Namanya memenangkan nomor 1 kan harus satu padu, nah ini sementara ada yang mengambil momen-momen di tikungan ini sebenarnya kurang tepat, akhirnya kan semua yang lain juga menjawab," kata dia.
Sikap PSI yang mengkritik PDI P ini pun dinilai Eriko sama artinya dengan mengkritik Jokowi sebagai capres yang didukung PSI. Pasalnya, Jokowi merupakan kader PDI P.
Eriko menambahkan, PSI seharusnya belajar bahwa suatu partai politik dalam meraih kepercayaan adalah melalui proses yang panjang dan tak bisa instan. Sikap PSI yang menyerang partai lain, apalagi partai yang merupakan koalisinya dinilai Eriko justru tidak akan mampu meraih simpati masyarakat.
"Masyarakat Indonesia juga tidak begitu senang dengan katakan menjelek-jelekman yang lain," kata Eriko.
Untuk diketahui, serangan PSI bermula saat Ketua Umum Grace Natalie menyindir parpol berlabel nasionalis, seperti PDIP dan Golkar yang mendukung peraturan daerah (perda) syariah. PSI menilai perda itu diskriminatif sehingga tidak selayaknya partai tersebut memberikan dukungan.