REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Calon Wakil Presiden nomor urut 01, KH. Ma'ruf Amin berasal dari keluarga ulama. Kakeknya adalah Syekh An-Nawawi Al-Bantani, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi Imam Besar Masjidil Hamatam.
Ayahnya yang bernama Mohammad Amin mendidik Kiai Ma'ruf di pesantren yang menggunakan sistem salaf di Tebuireng Jombang, di pesantren yang didirikan KH. Hasyim Asy'ari sang pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Karena itu, Kiai Ma'ruf pun kini menjadi salah satu ulama yang disegani di Indonesia.
Namun, di sisi lain keulamaannya itu, ternyata Kiai Ma'ruf waktu muda pernah mendapat tawaran untuk menjadi polisi pada 1965. Saat itu, usia Kiai Ma'ruf masih berusia 22 tahun.
"Saya pernah diberi tawaran untuk jadi polisi. Itu sekitar tahun 65 itu. Dan saya dipanggil untuk jadi polisi," ujatsaat berbincang santai dengan media di sela-sela silaturrahim politiknya di Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (22/3).
Namun, Kiai Ma'ruf menolak panggilan tersebut karena dilarang oleh nenek yang mengasuh Kiai Ma'ruf sejak ibundanya meninggal. Sang nenek ingin Kiai Ma'ruf mengikuti jejak pendahulunya untuk menjadi ulama dan kiai.
"Karena saya diasuh nenek saya sudah meninggal sejak SD kelas empat. Tapi nenek saya bilang kamu jangan jadi polisi, jadi kiai aja. Jadi saya jalurnya jalur kiai, ulama," kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
Setelah berjuang dengan keulamaannya, kini Kiai Ma'ruf ingin berjuang lewat jalur struktural pemerintah. Kiai Ma'ruf maju sebagai Cawapres dari Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019.