REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyakini kondisi ekonomi Indonesia akan lebih baik pada tahun ini. Hal ini lantaran Bank Sentral berupaya menjaga defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) di kisaran dua persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan pihaknya akan menjaga CAD menuju 2,5 persen untuk menjaga stabilitas dan mendorong masuknya pendanaan ke dalam negeri. Bank Sentral mencatat sepanjang 2018 defisit transaksi berjalan mencapai 31,1 miliar dolar AS atau 2,98 persen dari PDB. Sementara di kuartal IV 2018, defisit transaksi berjalan mencapai 9,1 miliar dolar AS atau 3,57 persen dari PDB.
"Kami selalu sampaikan CAD kita harus di bawah 3 persen, kita harus berusaha akan menuju ke 2,5 persen dari PDB. Kita harus usahakan dalam jangka menengah panjang, kita harus buat structural reform di mana CAD bukan tidak boleh, boleh namanya juga impor pasti ada apalagi capital goods, tapi jangan di atas 2 persen PDB," ujarnya usai acara ‘Peluncuran Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2018’ di Gedung BI, Rabu (27/3).
Mirza menyebut ada beberapa faktor lainnya yang menjadi pekerjaan rumah bagi BI dan pemerintah, yakni pengendalian inflasi. Selama empat tahun terakhir, inflasi terjaga dengan baik di kisaran tiga persen hingga 3,5 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang 2018 terjadi inflasi sebesar 3,13 persen. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi periode 2017 yang sebesar 3,61 persen. “Salah satu hal yang bisa kenapa BI juga bisa menjaga stabilitas dengan baik, itu juga adalah salah satunya karena inflasi terjaga dengan baik," ucapnya.
Sementara Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan salah satu faktor eksternal yang dapat mendorong ekonomi Indonesia lebih baik lantaran adanya pelemahan ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Cina dapat menguntungkan Indonesia. “Jadi efeknya cukup mix antara sektor portfolio dan sektor riil. Untuk portfolio atau saham dan surat utang, pelemahan ekonomi AS maupun Cina untungkan Indonesia,” ungkapmya.
Menurutnya, akibat pelemahan ekonomi ke dua negara tersebut akan ada dana yang masuk cukup deras ke saham yakni Rp 11,3 triliun terhitung sejak awal 2019. Sementara pada surat utang investor memindahkan dana dari instrumen utang negara maju ke Indonesia.
“Efek ditahannya bunga acuan Fed membuat imbal hasil SBN smakin menarik. Apalagi bunga yang ditawarkan delapan persen relatif tinggi,” ucapnya.