REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta semua kepala daerah belajar dari Bencana tsunami di Palu, Sulawesi Tengah dan Banten serta Lampung. Kepala BNPB Letjen TNI Doni Munardo mengatakan bencana tsunami terakhir menelan jumlah korban jiwa besar. Padahal, jumlah korban bisa minimal jika alat pendeteksi tsunami bekerja maksimal.
“Di Palu itu alarm tsunaminya berbunyi pada menit ketiga, tapi tsunaminya datang menit kedua,” ujar Doni saat memberi pengarahan rapat kerja gubernur Mitra Praja Utama di Trans Luxury Hotel Bandung, Rabu (27/3).
Menurut Doni, pihaknya juga menerima laporan banyaknya alat pendeteksi yang hilang dan rusak di sejumlah daerah yang rawan bencana tsunami tersebut. “30 alat tsunami hilang artinya hilang semuanya. Ini harus dijaga aparat TNI dan Polri, percuma kita membeli alat teknologi yang mahal,” katanya.
Doni mengatakan, tsunami adalah mesin pembunuh nomor satu karena saat menyapu daratan tidak ada yang bisa menghambat. Ia mencontohkan, klaim Jepang yang membangun tanggul anti tsunami pun gagal.
“Dua tahun setelah diresmikan terjadi bencana. Jepang pun evaluasi infrastruktur mereka tengah membangun sistem yang berhubungan dengan alarm,” katanya.
BNPB juga menyarankan kepala daerah untuk menjadikan pantai sebagai hutan. Menurutnya di Anyer Banten banyak masyarakat selamat karena di depan rumahnya banyak pohon.
“Membuat hutan pantai bagi provinsi yang rawan tsunami. Pohonnya bisa kelapa, ule, silahkan pilih,” kata Doni seraya meminta daerah juga menyisihkan sekian persen APBD yang bisa dialokasikan untuk mitigasi bencana.