Kamis 28 Mar 2019 10:28 WIB

KPU Tegaskan tidak Ada Sanksi Pidana untuk Golput

Sanksi pidana untuk golput tidak diatur dalam UU Pemilu karena memilih adalah hak.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Komisioner KPU Hasyim Asyari menyampaikan keterangan pers terkait kegiatan LPDSK partai politik dan calon presiden-calon wakil presiden di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (2/1).
Foto: Republika/Fergi Nadira
Komisioner KPU Hasyim Asyari menyampaikan keterangan pers terkait kegiatan LPDSK partai politik dan calon presiden-calon wakil presiden di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (2/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan tidak ada sanksi pidana bagi individu yang golput dalam pemilu. KPU optimistis potensi golput masih bisa diatasi oleh penyelenggara dan peserta pemilu. 

Komisioner KPU Hasyim Asy'ari menegaskan soal sanksi pidana untuk golput tidak diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. "Kalau tidak ada pasalnya, lantas mau dijerat menggunakan apa? Memilih itu adalah hak," ujar Hasyim ketika dikonfirmasi wartawan, Kamis (28/3). 

Baca Juga

Dia menjelaskan jalan masuk untuk pidana pemilu bisa dilakukan lewat Bawaslu. Kendati demikian, hal tersebut harus dikuatkan dengan dasar hukum. 

"Harus ada ketentuan soal tindakan yang dilakukan itu apakah masuk pidana pemilu," kata Hasyim.

Komisioner KPU Viryan Azis menyatakan wacana memberikan sanksi pidana untuk individu yang golput sebaiknya tidak dilakukan. Selain tidak memiliki dasar aturan yang jelas, dirinya masih menilai potensi golput masih bisa diatasi. 

"Sebaiknya tidak usah (dipidana), sebab dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tidak mengatur hal itu. Sehingga lebih baik, mengatasi golput dengan cara seperti saat ini saja, yakni mengoptimalkan edukasi kepada masyarakat," ujar Viryan ketika dijumpai wartawan, di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (27/3). 

Selain itu, KPU juga berupaya memperbaiki pelayanan jajaran penyelenggara pemilu di tingkat daerah supaya masyarakat bisa terakomodasi. KPU pun menyarankan peserta pemilu mampu memanfaatkan sisa waktu kampanye dengan program yang positif dan menarik masyarakat untuk memilih. 

"KPU mempersiapkan hal terbaik, Bawaslu melakukan pengawasan terbaik dan peserta pemilu menyajikan kontestasi terbaik. Kalau semua aspek sudah baik, maka tentunya pemilih yang sebelumnya tidak tertarik akan jadi berpikir oh...ini menarik ya. Jadi tertarik (memberikan pilihan)," tambah Viryan. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebutkan, pihak yang mengajak masyarakat untuk golongan putih (golput) dapat dikenakan sanksi hukuman. Menurutnya, mengajak masyarakat golput merupakan tindakan yang mengacau yang bisa dijerat UU Pemilu, UU ITE, KUHP, hingga UU Terorisme.

"Yang mengajak golput itu yang namanya mengacau, itu kan mengancam hak dan kewajiban orang lain. Ada undang-undang (UU) yang mengancam itu," ujar Wiranto di Grand Paragon Hotel, Jakarta Barat, Rabu (27/3).

Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan penjeratan pidana kepada penghasut agar orang tidak memilih atau  golongan putih (golput) perlu dilihat fakta hukumnya terlebih dulu. "Penyidik akan melihat dulu perbuatannya, fakta hukumnya, sesuai dengan alat bukti yang ditemukan. Penyidik baru habis itu menyusun konstruksi hukumnya masuk dalam KUHP-kah, UU Pemilu-kah, UU ITE-kah, itu sangat tergantung peristiwa," kata Dedi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement